Ayahnya adalah seorang pegawai pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah.
Burhanuddin kemudian menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.
Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu rumah tangga.
Burhanuddin, anak bungsu dari delapan bersaudara, juga mempunyai dua orang saudara tiri dari istri kedua ayahnya.
Burhanuddin melewati masa kecilnya di Aceh Barat dalam kehidupan yang serba kesusahan.
Seminggu setelah kelahirannya, ayahnya meninggal dunia.
Ibunya kemudian mengambil alih tanggung jawab memelihara keluarganya.
Untuk itu ia terjun ke dunia usaha berjualan emas, intan, dan pakaian.
Namun delapan tahun kemudian Siti Sa'idah pun berpulang, sehingga Burhanuddin diasuh oleh kakak perempuannya, Siti Hafsyah.
Burhanuddin belajar di HIS, kemudian melanjutkan ke Taman Siswa di Medan.
Keputusan ini diambilnya karena ia tidak mau belajar di bawah asuhan guru-guru Belanda.
Dari Era Soekarno Hingga Masa Jokowi
Di luar Nezar Patria, Teuku Muda Dalam, dan BM Diah yang berlatar belakang jurnalis, sejumlah putra terbaik Aceh juga pernah duduk di dalam kabinet Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dari era Presiden Soekarno hingga periode Joko Widodo.
Berikut sebagian dari putra-putra terbaik Aceh yang pernah duduk dalam kabinet Indonesia.
1. Teuku Mohammad Hadi Thayeb (Menteri Perindustrian Dasar Indonesia ke-8. Masa jabatan 27 Agustus 1964 – 22 Februari 1966)
Teuku Mohammad Hadi Thayeb (lahir 14 September 1922, meninggal 10 Januari 2014) adalah putra Teuku Tjhik Haji Mohammad Thayeb, pejuang Indonesia dan uleebalang terakhir dari Peureulak, Aceh Timur, yang "diasingkan” oleh Belanda dari Aceh.
Hadi, anak ke-lima dari delapan bersaudara, mengikuti jejak ayahnya untuk mewujudkan impian kemerdekaan Indonesia.
Hadi dikenal terutama sebagai orang diplomat dalam masa kariernya.
Baca tanpa iklan