“Karena secara hirarki pemerintahan jika kasus dan kondisi pemerintahan sebagaimana kondisi di Aceh berlangsung lama, maka imbas paling besar adalah pada etos kerja dan lahirnya kebijakan korup, sebab beberapa kebijakan yang diambil oleh Pj Gubernur Aceh tanpa adanya paraf dan koreksi dari Sekda Aceh dan tidak melalui mekanisme dan penetapan kebijakan sebagaimana perundangan,” ujarnya.
GeRAK juga menyorot Pj Gubernur Aceh yang tidak segera melantik Sekda Aceh sebagai Komisaris utama (Komut) Bank Aceh Syariah (BAS) berbarengan dengan para komisaris dan para direksi lainnya pada pelantikan 8 Agustus 2023 juga semakin menambah daftar panjang ketidakharmonisan antara Pj Gubernur Aceh dan Sekda.
Padahal berdasarkan rekomendasi dari BI dan OJK, maka untuk mengisi jabatan Komut BAS yang masih kosong harus segera dilakukan pengisian jabatan. Hal ini bertujuan untuk keberlangsungan kinerja BAS dalam pengembangan investasi keuangan dan hubungan untuk membantu publik Aceh terutama mempercepat pengembangan ekonomi makro dan dunia usaha.
Menurut Askhalani, kondisi ketidakharmonisan kedua pihak ini adalah buntut dari proses dinamika politik dan campur tangan pemerintah pusat dalam mengambil kesimpulan terhadap usulan penetapan perpanjangan jabatan Pj Gubernur.
“Selain itu, ketidaksehatan cara pandang Pj Gubernur Aceh dalam memahami dinamika politik dalam penetapan kelanjutan kepemimpinan Gubernur Aceh tidak ditarik sebagai politik kedewasaan tapi seperti sifat kekanak-kanakan, seharusnya begitu pilihan pemerintah pusat untuk memperpanjang masa jabatan Pj Gubernur Aceh, maka pertentangan dengan Sekda Aceh juga harus diakhiri sehingga kedua pihak kembali dapat menjalankan tugas dan wewenang masing-masing sebagiamana ketetapan perundangan,” demikian Askhalani.(*)