Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Petani dari sembilan kecamatan di Aceh Utara dan Lhokseumawe pada Senin (4/9/2023), berdemo di depan Kantor Bupati Aceh Utara, Landing Kecamatan Lhoksukon.
Aksi petani “Gerakan Petani Krueng Pase Menggugat” sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena sudah tiga tahun mereka tidak bisa menggarap sawahnya.
Karena rehabilitasi Bendung Daerah Irigasi Krueng Pase, di Desa Lubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia berbatasan dengan Desa Maddi, Kecamatan Nibong, sampai sekarang belum selesai.
Sementara bendung irigasi peninggalan kolonial Belanda tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh petani dari sembilan kecamatan tersebut karena sudah lama rusak.
Petani dari delapan kecamatan di Aceh Utara, yaitu, Kecamatan Syamtalira Bayu, Samudera, Meurah Mulia, Nibong, Tanah Luas, Matangkuli, dan Tanah Pasir, serta Syamtalira Aron.
Sedangkan satu kecamatan dari Lhokseumawe yaitu Kecamatan Blang Mangat.
Aksi itu mendapat pengawalan dari personel Polres Aceh Utara.
Amatan Serambinews.com pada pukul 10.30 WIB, petani yang berkumpul di beberapa titik bergerak menuju Kantor Bupati Aceh Utara, membawa poster dan spanduk yang bertuliskan kalimat protes.
Di antaranya, “Bek Mayang ngen petani, petani peudong nanggroe, sawah kami butuh air bukan janji palsu, Pak Jokowi Jangan tutup Mata.”
Secara bergantian perwakilan petani menyampaikan orasi di atas mobil pikap yang diparkir persis di depan Kantor Bupati Aceh Utara.
Dalam orasi petani mengulang kalimat bahwa petani di Aceh Utara sekarang sudah kelaparan karena sudah tiga tahun tidak bisa turun ke sawah.
Hal ini dikhawatirkan berdampak meningkatnya kriminalitas.
Koordinator Gerakan Petani Krueng Pase Menggugat, Misbahuddin Ilyas alias Marcos saat orasi menyebutkan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I sampai hari ini belum juga melakukan tender ulang untuk melanjutkan pembangunan Bendung Daerah Irigasi Krueng Pase tersebut pasca diputuskan kontrak dengan PT Rudi Jaya pada Maret 2022.
Petani di sembilan kecamatan sudah mencoba melakukan upaya–upaya advokasi dan mediasi dalam mengawal pembangunan bendungan tersebut.
Namun pihak terkait belum mampu menjawab kebutuhan petani untuk dapat kembali bercocok tanam dikarenakan irigasi tersebut belum juga selesai.
“Langkah terakhir petani sebagai kewajiban ikhtiar dan sebagai warga negara yang taat hukum melakukan aksi demonstrasi mengutarakan pendapat dengan tuntutan,” kata Marcos.(*)