Salah seorang keluarga korban, S yang dikonfirmasi Serambinews.com, Kamis (19/10/2023) mengatakan anak-anak tersebut saat ini belum berani ke sekolah.
Berdasarkan keterangan S, aksi pencabulan tersebut diduga telah berlangsung selama dua bulan terakhir.
Terungkapnya kasus pencabulan tersebut setelah para korban enggan ke sekolah dengan alasan takut pada sang guru atau pelaku.
Awalnya, para orang tua mengira jika anak mereka takut karena dimarahi atau dipukul sehingga laporan sang anak masih diabaikan. Sebab, para orang tua menyangka laporan anak mereka itu hanya untuk alasan malas ke sekolah.
Namun, kata S, anak-anak yang mengaku takut terus bertambah hingga belasan orang. Lalu, beberapa ibu mereka menanyai secara baik dan tenang mengapa takut ke sekolah.
Saat itulah korban berterus terang jika mereka takut lantaran adanya guru yang menggerangi tubuh hingga alat vital mereka. Pengakuan tersebut terus bermunculan dari anak-anak perempuan kelas satu dan dua hingga jumlahnya mencapai 12 an orang.
S yang juga tokoh masyarakat di sana awalnya berusaha melaporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Subulussalam.
Belakangan lantaran korban yang terbilang banyak dan demi menghindari hal tak diinginkan, S bersama orang tua murid lainnya mendatangi Polres Subulussalam guna melaporkan kejadian tersebut.
Menurut S, orang tua pelapor tersebut berjumlah lima orang, selebihnya akan dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Sebagai pelapor kami ada lima orang. Karena korbannya banyak jadi pelapor lain nanti di BAP dimasukkan,” kata S kepada wartawan.
Lebih jauh dikatakan, sampai berita ini dikirim ke redaksi, para korban termasuk murid perempuan lainnya masih trauma ke sekolah.
Hanya murid pria yang dikabarkan masih sekolah, sementara perempuan belum berani. Sedangkan guru yang dilaporkan sebagai pelaku kini tidak lagi masuk ke sekolah.
S berharap agar pelaku segera ditangkap lantran telah membuat anak mereka menjadi trauma.(*)