Mazhab Maliki: “Kalau shalatnya (bacaan imam) dengar, makmum tak perlu baca, tapi kalau shalatnya sirr (zuhur dan ashar) makmum mesti baca,” ungkap UAS.
Baca juga: UAS Puji Warga Kota Lhokseumawe Bertahan di Tengah Hujan Demi Tabligh Akbar, Terutama Para Remaja
Lantas, Ustadz Abdul Somad lebih condong menggunakan Mazhab yang mana?
“Saya condong ke Mazhab Syafi’i. Maka kalau saya jadi makmum, saya tetap baca Al-Fatihah,” ungkap UAS.
Tapi, kata UAS, dirinya tak menyalahkan kalau ada orang yang condong menggunakan Mazhab Hanafi atau Mazhab Maliki.
Oleh karena itu, karena sebagian besar umat Islam di Indonesia menggunakan Mazhab Syafi’i, maka ketika imam sudah membaca Al-Fatihah makmum mesti membacanya lagi.
Akan tetapi ada satu hal yang penting dicatat adalah, bagi makmum yang telat (masbuq) datang shalat, dan tidak bisa menyelesaikan bacaan Al-Fatihah pada rakaat pertama, tindakan itu bisa dimaklumi.
Artinya, ketika makmum telat itu tidak memiliki waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah dikarenakan imam sudah rukuk, sehingga harus segera menyesuaikan dengan apa yang dilakukan imam.
Dalam kondisi ini dimaafkan tidak menyelesaikan al-Fatihahnya, sebab kewajiban makmum sudah dalam tanggungan imam.
Penjelasan UAS tersebut dikutip dari tayangan video Youtube Fodamara TV.
Lalu, kapan waktu yang tepat bagi makmum membaca Al-Fatihah? Apakah serentak dengan imam atau setelah imam selesai membacanya?
Dijelaskan Ustad Abdul Somad, dalam mazhab Syafi'i, ada dua pendapat yang membahas soal kapan makmum mulai membaca Al-Fatihah.
"Kalau kita ikut mazhab Syafi'i, kapan makmum baca Al Fatihah? Dua pendapat," kata ustadz yang akrab disapa UAS ini.
Pendapat pertama dalam mazhab Syafi'i, kata Ustad Abdul Somad, yakni makmum baru membaca Al-Fatihah setelah imam membacanya.
Tepatnya setelah imam mengakhiri Al-Fatihah dengan bacaan 'Aamiin'.