Teungku Lah menjabat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat gugur di medan tempur.
2. Sosok yang Ramah, Humanis dan Santun
Teungku Lah adalah sosok bersahaja, ramah dan humanis. Ia juga dikenal sosok sederhana dan taat beribadah. Dia pun tidak bicara sembarangan.
Sifatnya yang santun membuat orang tidak pernah marah kepadanya dan bila ia berbicara berisi nasihat dan bijaksana.
3. Menyampaikan Wasiat Sebelum Syahid
Teungku Lah adalah sosok pejuang dan Panglima GAM yang amat disegani.
Ia juga dikenal dengan sosok yang ikhlas berjuang di garis terdepan tentara GAM.
“…jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar menasyhidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apa pun apabila negeri ini (Aceh). Merdeka!”
Itulah wasiat terakhir Panglima Gerakan Aceh Merdeka Abdullah Syafi’i yang gugur dalam kontak senjata di kawasan perbukitan Jim-jim, Kecamatan Bandarbaru, Kabupaten Pidie pada 22 Januari 2002.
Wasiat yang dibuat sebulan sebelum ia syahid itu seolah sebuah pertanda bahwa perjuangannya akan berakhir.
4. Bukan Lulusan Pendidikan Militer GAM
Teungku Lah dikenal sangat santun dan bersahaja. Di mata aktivis GAM, ia adalah sosok yang humanis dan antikekerasan.
Tengku Lah memang tak pernah dibesarkan dalam dunia kekerasan.
Ia juga tak pernah mendapat pendidikan tempur di Libya, seperti yang diperoleh Muzakir Manaf yang kemudian menggantikannya sebagai Panglima GAM setelah Teungku Lah gugur.
Pendidikan terakhirnya hanya di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Itu pun hanya sampai kelas tiga. Setelah itu, ia belajar ilmu agama di sejumlah pesantren.