Opini

Pilkada Pertaruhan Politik Aceh

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Taufiq Abdul Rahim, Dosen Universitas Muhammadiyah Aceh dan Peneliti Senior Political and Economic Research Center/PEARC-Aceh

Elite pemimpin di Aceh hanya berpikir jabatan, kursi kekuasaan, partai dan kelompok serta para kroni dan keluarganya semata. Sehingga terbukti pada saat semestinya tegak lurus memperjuangkan serta memperkuat status “Lex Specialist" ataupun kekhususan Aceh melalui UUPA tidak berdaya. Maka Pilkada Aceh tahun 27 November 2024 yang akan datang ini juga tidak jelas, menggunakan UU yang mana terhadap Pilkada Aceh.

Hal ini semakin miris, Aceh dan rakyat Aceh tanpa harapan kehidupan yang baik, adil dan merata, meskipun kekayaan alam, sumber daya alam (resources) yang berlimpah serta banyak ragamnya. Tetapi status Aceh tetap termiskin di Sumatera, pada urutan keenam secara nasional.

Maka sebagai perbandingan bahwa, ada negara, wilayah, daerah yang kaya raya, rakyatnya hidup makmur sejahtera bergelimang harta dengan hanya menghasilkan minyak bumi. Sementara Aceh kekayaan alamnya ada minyak bumi, gas alam, emas, uranium, biji besi, timah, batu bara, semen dan lain sebagainya secara mineral berlimpah (over non-renewable resources).

Kemudian hasil hutan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan (darat dan laut), sumber daya air (aquatic) serta banyak lagi lainnya, sama sekali tidak mampu memberikan kebahagian, perbaikan kehidupan, kemakmuran dan kesejahteraan secara adil dan merata kepada Aceh dan seluruh rakyatnya.

Sehingga ajang ataupun wahana Pilkada tahun 2024 semakin tidak jelas dasar hukumnya dan landasan pelaksanaannya. Sementara itu para elite politik sudah banyak yang bernafsu/berhasrat ingin menjadi pemimpin dan pemegang kekuasaan politik di Aceh sebagaimana digaungkan melalui surat kabar, media online dan media sosial. Seolah-olah calon yang dipromosikan memiliki kemampuan untuk memimpin Aceh di tengah rakyat kesusahan serta terjepit hidupnya.

Dengan demikian, secara rasional rakyat Aceh mesti berpikir bahwa, apakah pemimpin yang saat ini sedang dipromosikan akan mampu memimpin Aceh menjadi lebih baik, makmur serta sejahtera? Sementara itu secara empiris selama ini, berbagai sumber ekonomi serta berbagai potensi kekayaan alam yang dimiliki sama sekali belum mampu mengubah kehidupan rakyat Aceh menjadi lebih baik.

Kekayaan Aceh hanya dimanfaatkan segelintir orang dan kelompok oligarki politik dan ekonomi. Termasuk pemerintah pusat yang terus menciptakan kondisi ketergantungan Aceh kepada pusat. Ini mirip-mirip dengan praktik politik “neocolonialism” yang terus mencengkeram, tanpa mampu diselesaikan oleh pemimpin Aceh.

Berita Terkini