Berita Luar Negeri

Dituduh Merebut Kekuasaan di Cox’s Bazar, Pemimpin Rohingya Ditembak Mati oleh 15 Orang Bertopeng

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengungsi Rohingya membangun tempat penampungan sementara beberapa hari setelah kebakaran membakar rumah mereka di kamp pengungsi di Ukhia, di distrik Cox's Bazar pada 25 Maret 2021.

Dituduh Merebut Kekuasaan di Cox’s Bazar, Pemimpin Rohingya Ditembak Mati oleh 15 Orang Bertopeng

SERAMBINEWS.COM – Seorang kepala majhi (pemimpin komunitas) di sebuah kamp Rohingya di Ukhiya, Cox's Bazar, ditembak mati karena diduga ingin membangun dominasi.

Dia adalah Mohammad Ilias (43), pemimpin Rohingya di Blok-C3 ekstensi Kamp Rohingya nomor 4 di Ukhiya.

Insiden itu terjadi pada Senin dini hari ini (13/5/2024), kata Officer-in-Charge (OC) kantor polisi Ukhiya Shamim Hossain.

Berdasarkan keterangan polisi dan penduduk setempat, Shamin mengatakan sekitar 10-15 penyerang bertopeng tak dikenal masuk ke rumah tempat Mohammad Ilias tidur.

Lalu mereka membawanya ke belakang kantor Handicap International di dekatnya.

“Penyerang bertopeng itu kemudian melepaskan beberapa tembakan ke arah korban dan membunuhnya di tempat,” kata Shamim, dilansir dari The Business Standard.

Baca juga: UNHCR Harapkan Penampungan Layak untuk Rohingya

Seorang pengungsi Rohingya duduk di tengah puing-puing rumahnya yang hangus akibat kebakaran hebat di kamp 5 Cox's Bazaar pada dini hari tanggal 7 Januari 2024. (AFP)

Ia mengatakan, awalnya polisi telah diberitahu bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh anggota organisasi separatis Myanmar, Arsa, untuk menegaskan dominasi di kamp Rohingya.

“Namun polisi tidak yakin mengenai pelaku dan motif di balik pembunuhan tersebut,” paparnya.

Shamim Hossain menambahkan, selain mencari tahu penyebab kejadian, polisi juga melakukan penyeledikan untuk mengidentifikasi dan menangkap pihak-pihak yang terlibat.

Dia mengatakan, jenazah almarhum telah dikirim ke kamar mayat Rumah Sakit Sadar Distrik Cox's Bazar untuk dilakukan visum.

 

Krisis Rohingya Semakin Memburuk

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mengatakan pada Jumat bahwa krisis yang melibatkan pengungsi Muslim Rohingya dari Myanmar tidak hanya terjadi di kamp-kamp tempat mereka tinggal.

Dalam pidato tahunan Bangladesh di Majelis Umum PBB, ia mengimbau komunitas internasional untuk memahami situasi yang tidak dapat dipertahankan di sekitar pengungsi dari Myanmar.

“Saya akan meminta masyarakat internasional untuk memahami situasi yang tidak dapat dipertahankan ini,” kata Hasina.

“Krisis ini kini tidak hanya terjadi di kamp pengungsian. Meskipun kita telah berupaya keras untuk mengatasinya, krisis ini kini menjadi ancaman regional.”

Ia mengatakan, kesehatan dan keamanan menjadi masalah seiring meningkatnya kemacetan dan masalah lingkungan.

Dia mengatakan Bangladesh akan terus bekerja sama dengan Myanmar untuk mendorong repatriasi warga Rohingya.

Dia telah mengusulkan di PBB minggu ini sebuah resolusi yang memastikan bahwa Myanmar dan komunitas internasional harus menjamin keselamatan setiap pengungsi Rohingya yang kembali.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Kelimpungan Hadapi Pemberontak, Kini Minta Bantuan Rohingya: Perlindungan

“Kami menanggung beban krisis yang disebabkan oleh Myanmar sendiri,” kata Hasina.

“Ini hanya masalah antara Myanmar dan rakyatnya sendiri, Rohingya. Mereka sendiri yang harus menyelesaikannya,”

“Pengembalian warga Rohingya ke rumah mereka di negara bagian Rakhine dengan selamat, aman dan bermartabat adalah satu-satunya solusi terhadap krisis ini,” kata dia.

Bangladesh mengatakan pekan ini bahwa pihak berwenang akan membangun pagar kawat berduri di sekitar lebih dari 30 kamp pengungsi Rohingya di dekat perbatasan untuk menghentikan ekspansi mereka.

Menteri Dalam Negeri Bangladesh, Asaduzzaman Khan mengatakan bahwa pagar tersebut diperintahkan oleh Hasina, yang memungkinkan untuk menghentikan kedatangan Rohingya baru.

Militer Myanmar memulai kampanye pemberantasan pemberontakan terhadap Muslim Rohingya pada Agustus 2017 sebagai respons terhadap serangan pemberontak.

Lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari apa yang disebut sebagai kampanye pembersihan etnis yang melibatkan rudapaksa massal, pembunuhan, dan pembakaran ribuan rumah mereka.

Tahun lalu, Misi Pencari Fakta Internasional Independen mengenai Myanmar yang dibentuk oleh PBB merekomendasikan penuntutan terhadap komandan militer Myanmar atas tuduhan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Namun Myanmar telah menolak tuduhan tersebut.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkini