Dengan kalimat lain kalau ada pihak yang berpendapat bahwa Habib bin Bugak yang disebutkan dalam Ikrar Wakaf adalah gelar dan beliau mempunyai nama yang lain, maka mesti jelas sumbernya, tidak boleh asal-asalan secara begitu saja.
Penulis sendiri pernah menganggap Habib bin Bugak masih merupakan gelar, namun setelah meneliti Akta Ikrar Wakaf dengan teliti, penulis yakin Habib bin Bugak bukan gelar atau samaran tetapi nama asli.
Dalam ikrar yang ditulis tahun 1222 H (sekitar 1808 Miladiah, sebelum Aceh dijajah oleh Belanda), disebutkan bahwa rumah yang diwakafkan tersebut diperuntukkan bagi jamaah haji asal Aceh dan orang asal Aceh yang bermukim (menetap) di Mekkah.
Menurut Nazhir, sejak diwakafkan dahulu, rumah wakaf ini selalu ditempati oleh Jamaah asal Aceh apabila mereka memilih Syeikh (pembimbing haji) asal Aceh yang menjadi Nazhir rumah wakaf tersebut sebagai Syeikh selama berada di Mekkah.
Mulai tahun 1980, ketika Pemerintah Arab Saudi mengubah cara pelayanan jamaah haji dari sistem syeikh yang bersifat individual menjadi sistem muassasah yang bersifat kelembagaan, maka rumah tersebut tidak dapat lagi ditempati jamaah haji asal Aceh.
Rumah bagi jamaah haji Indonesia disewa oleh Pemerintah Indonesia. Jadi jamaah haji asal Aceh sama seperti jamaah haji asal Indonesia lainnya ditempatkan di rumah yang dipilih/disewa oleh Pemerintah Indonesia, bukan lagi di rumah yang disewa/dikelola oleh para Syeikh.
Setelah pembahasan yang panjang (mulai tahun 1980-an sampai 2005) antara Nazhir Wakaf dengan Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama dan Pemerintah Arab Saudi dalam hal ini Kementerian Haji mereka dan juga setelah mendapat izin dari Mahkamah Syariah Mekkah, maka dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Nazhir atas izin bahkan perintah Mahkamah wajib membangun ulang rumah wakaf tersebut menjadi tempat penginapan yang lebih representatif (hotel) sehingga manfaat harta wakaf ini akan diperoleh secara optimal.
Nazhir diberi izin menyewakan rumah wakaf tersebut kepada jamaah Haji dan jamaah Umrah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Arab Saudi, dan sebagian uangnya diserahkan kepada jamaah haji asal Aceh sebagai pengganti biaya tempat tinggal mereka selama berada di Mekkah.
Jamaah haji asal Aceh akan tinggal di Mekkah di tempat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia dan akan diurus oleh Pemerintah Indonesia.
Nazhir akan memberikan uang pengganti sewa tempat tinggal selama berada di Mekkah kepada jamaah haji asal Aceh, sesuai dengan kemampuan Nazhir.
Pemerintah Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh akan membantu dan memberikan fasilitas sehingga pembagian/penyerahan uang tersebut dapat dilakukan dengan lancar dan tepat sasaran (hanya untuk jamaah haji asal Aceh).
Kesadaran berwakaf
Alhamdulillah sejak musim haji tahun 2006 sampai sekarang, Jamaah Haji asal Aceh telah menerima uang dari Nazhir Wakaf sebagai pengganti biaya sewa rumah selama berada di Mekkah, yang pada tahun-tahun awal berjumlah SR 1200 dan pada tahun lalu saya dengar sudah berjumlah SR 1500.
Dalam hubungan ini jasa Syeikh Abdul Gani al-Asyi sebagai Nazhir tidak akan dapat dilupakan.