Opini

Baitul Asyi dan Jamaah Haji Aceh

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Al Yasa' Abubakar, Dosen Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry

Beliau warga negara Arab Saudi keturunan Aceh, dan pernah menjadi wakil Kerajaan Arab Saudi untuk menjabat Presiden Hilal Ahmar (Palang Merah) Liga Arab.

Atas permohonan dan kegigihan beliaulah Mahkamah Mekkah memberi izin kepada Nazhir untuk membangun ulang gedung yang ada di atas dua tanah wakaf agar lebih representatif (menjadi hotel berbintang lima dan empat).

Atas permohonan beliau pula Mahkamah Mekkah memberi izin kepada Nazhir untuk tidak menempatkan jamaah haji asal Aceh di hotel-hotel tersebut, tetapi memberikan uang hasil sewa hotel tersebut kepada jamaah haji asal Aceh sebagai pengganti biaya hotel mereka selama di Mekkah.

Tetapi sebelum rencana ini terealisasi beliau wafat karena usia tua. Tugas kenaziran oleh Mahkamah diserahkan kepada anaknya Munir bin Abdul Ghani al-Asyi dengan didampingi oleh dan dibantu oleh seorang ulama yang wara’, Syekh Dr Abdul Latif Baltou.

Dua Nazhir inilah yang datang ke Aceh sesudah tsunami dan bertemu dengan Wakil Gubernur Azwar Abubakar membahas teknis penyerahan uang wakaf kepada jamaah haji asal Aceh.

Para ulama Aceh bertemu dengan Pengelola wakaf Baitul Asyi, Syeikh Abdul Latif Baltou, Minggu (19/11/2023). (Serambinews.com/Handover)

Beberapa tahun yang lalu Nazhir Munir bin Abdul Ghani juga wafat, sehingga estafet kenadziran diserahkan oleh Mahkamah kepada Dr Abdurrahman bin Abdullah al-Asyi dengan tetap didampingi oleh Syeikh Abdul Latif Baltou.

Jadi uang yang nanti diterima jamaah di Mekkah yang diserahkan oleh Nazhir, adalah uang hasil wakaf seorang dermawan asal Aceh (Habib bin Bugak), bukan hadiah dari Pemerintah Arab Saudi dan juga bukan uang tambahan belanja dari Pemerintah Indonesia.

Karena merupakan uang hasil tanah wakaf, maka gunakanlah untuk sesuatu yang betul-betul bermanfaat.

Lebih dari itu sebagai jamaah haji asal Aceh, hendaknya tidak sekedar menikmati hasil wakaf salah seorang leluhur kita dahulu, tetapi marilah kita berusaha untuk menghidupkan dan menggalakkan kesadaran dan kemauan berwakaf di daerah asal kita masing-masing.

Dengan demikian berbagai kegiatan keagamaan dan berbagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat dapat dibiayai dengan hasil wakaf, tidak mesti bergantung kepada bantuan pemerintah atau sedekah/infak lepas masyarakat. Wallahu a`lam bish-shawab.(*)

Berita Terkini