Dicontohkan UAS, misalnya saja seseorang yang ingin berkurban meminjam uang, dengan jaminan akan membayarnya saat panen hasil.
"Bayarnya insya Allah panen sawit nanti bulan depan. Nyembelihnya akhir bulan ini," ucap UAS.
"Ada yang diharapkan untuk membayarnya. Maka kalau hutangnya jenis ini boleh," terangnya.
Namun yang tidak boleh, lanjut UAS, berkurban dengan cara berhutang yang tidak tahu kapan akan membayarnya.
"Yang tidak boleh meminjam uang, tapi tak tahu kapan membayarnya," tegas Ustaz Abdul Somad.
Sebab, tambahnya, yang demikian itu selain membebani orang lain, juga tidak ada kejelasannya.
Sementara dalam Islam, utang-piutang harus ada kejelasannya, yaitu punya batas waktu tertentu.
Hukum kurban secara patungan
Selain mengenai hukum kurban dengan menggunakan uang hasil utang, pembahasan lain seputar ibadah kurban yang juga sering dibahas setiap momen Lebaran Idul Adha tiba yakni terkait hukum kurban secara patungan.
Mengenai soal ini, pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya telah memberikan penjelasannya.
Dalam sebuah tayangan video yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV pada 29 Juni 2022, Buya Yahya mengatakan, mengenai hukum kurban secara patungan, ada yang sah dan tidak sah.
"Dalam patungan hewan kurban ini, ada yang sah dan ada yang tidak sah," ujar pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah tersebut, sebagaimana dikutip dari video unggahan YouTube Al-Bahjah TV.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya soal hukum kurban secara patungan.
Dalam video itu Buya Yahya menjelaskan, kurban secara patungan atau patungan kurban sendiri berarti bergabungnya beberapa orang dalam hal mengumpulkan dana untuk membeli hewan kurban.
Namun dalam hal patungan kurban ini, kata Buya Yahya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yang berujung pada sah dan tidak sahnya kurban.
Hukum patungan, jelas Buya Yahya, menjadi tidak sah jika sekumpulan orang berkurban dengan satu kambing.