Kupi Beungoh

Memahami Hutan Adat Mukim

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teuku Muttaqin Mansur, Dosen Hukum Adat, Ketua Peneliti Hutan Adat dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala

Oleh: Teuku Muttaqin Mansur*)

Keberhasilan penetapan 8 (delapan) hutan adat mukim di Provinsi Aceh oleh Presiden Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Aceh.

Betapa tidak, penantian lebih 7 tahun lamanya tersebut membuahkan hasil. Saat ini, secara legalitas formal delapan hutan adat mukim tersebut berada di Mukim Blang Birah, Mukim Krueng, dan Mukim Kuta Jeumpa di Kabupaten Bireuen.

Kemudian, Mukim Paloh, Mukim Kunyet, dan Mukim Beungga di Kabupaten Pidie. Selanjutnya, Mukim Krueng Sabee dan Mukim Panga Pasi ada di Kabupaten Aceh Jaya.

18 September 2023 adalah tonggak sejarah baru hutan adat mukim di Aceh, kala SK Hutan Adat seluas 22.549 hektar diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Arena Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Lalu apa itu hutan adat? Siapakah subyek hukum penguasa hutan adat mukim tersebut? Untuk memahaminya, berikut akan kita kupas secara singkat.

Hutan Adat

Meskipun dalam pandangan Masyarakat Hukum Adat (MHA) hutan adat yang telah dikelola secara turun temurun menjadi hak MHA, namun dalam praktik selalu berhadapan dengan legalisasi formal.

Apalagi, ketika Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan diundangkan. UU tersebut tidak mengakui adanya hutan adat di Indonesia.

Sampai tahun 2012, rezim undang-undang kehutanan menyatakan hanya dua status hutan di Indonesia, yaitu hutan negara, dan hutan hak.

Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sementara hutan hak adalah hutan yang dibebani hak atas tanah. Saat itu, status hutan adat menjadi bagian dari hutan negara.

Melemahnya posisi hutan adat dalam undang-undang tersebut menyebabkan sejumlah pihak menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 hutan adat dikeluarkan dari bagian hutan negara. Praktis setelah itu, status hutan berubah menjadi tiga, yaitu: hutan negara, hutan hak, dan hutan adat.

Dalam petitum putusan MK tersebut disebutkan, hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat; hutan negara, tidak termasuk hutan adat, dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.

Permasalahan kemudian adalah, membuktikan yang mana MHA yang dalam kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya.

Baca juga: 68 Mukim di Aceh Besar Ditetapkan sebagai Masyarakat Hukum Adat

Halaman
123

Berita Terkini