Berita Banda Aceh

Ratusan 'Anak Surga' Terselamatkan oleh BPJS, Peran C-Four Aceh Tak Sia-sia

Penulis: Firdha Ustin
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rauzah (kanan) penyintas kanker, dan Alwin (kiri) pengidap kanker mulut, mereka merupakan pasien RSUDZA yang tinggal di rumah singgah C-Four selama masa pengobatan.

SERAMBINEWS.COM - Di tengah suhu terik Kota Banda Aceh, Senin (29/7/2024) sekitar pukul 15.40 WIB, terlihat sekumpulan ibu-ibu tengah duduk di gazebo kecil tepat di halaman rumah singgah Children Cancer Care Community (C-Four) Aceh yang berada di daerah Lampriet. Masing-masing dari mereka ada yang beristirahat, duduk termangu, sekedar menikmati angin, ada pula ada yang tengah mengayunkan sang buah hati.

Memasuki ke dalam rumah singgah, terlihat dua orang ibu-ibu, mereka adalah Sasmawarni (30) dan Rosmiati (37), keduanya tengah berbaring di depan televisi beserta seorang relawan C-FOUR, Sari (22).

Mereka tampak buru-buru mengenakan hijab usai mendengar suara ketukan pintu yang menandakan ada tamu yang datang, sementara 'anak surga' mereka masih tertidur pulas. 

Sayup-sayup terdengar suara mengaji dari pengeras suara di masjid, menandakan waktu shalat ashar hampir tiba. Beberapa dari mereka ada yang bergegas mandi, berwudhu hingga memandikan si buah hati.

Sasmawarni namanya, wanita asal Bener Meriah itu tampak kewalahan ketika putranya, Alwin (3) terbangun dari tidur. 

Tak seperti anak pada umumnya, Alwin ternyata mengidap kanker ganas, bengkak pada bagian pipi kirinya membuat Alwin tak bisa mengucapkan kalimat dengan sempurna.

Baca juga: Buat SIM di Sabang Harus Punya Kartu BPJS Kesehatan, Mulai Diterapkan Sejak 1 Juli 2024 Lalu

Berulang kali Alwin menangis memberitahu bahwa ia lapar dan ingin makan nasi dengan lauk telur dadar. Tanpa menunggu waktu lama, seorang relawan C-Four bergegas ke kedai untuk membeli telur dan kemudian dimasak menjadi sajian lezat oleh ibunya.

Anak dengan kanker mulut, Alwin (3) bersama ibunya Samawarni (30) memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai peserta BPJS Kesehatan di rumah singgah C-Four Banda Aceh.

Sebuah mangkuk biru plastik diletakkan di atas lantai, Alwin menyuapi makanan tersebut ke mulutnya, ia menyantap dengan lahap, namun terlihat jelas dirinya kesulitan mengunyah lantaran ada bengkak pada mulut.

Menurut penuturan sang ibu, setiap kali Alwin makan, mulutnya akan berdenyut dan sangat sakit.

Sebelum divonis kanker mulut, Alwin mulanya mengeluh sakit gigi ketika usianya memasuki 18 bulan, orang tuanya kemudian membawanya ke rumah sakit di daerah. Di sana, Alwin hanya mendapat obat untuk mengurangi rasa sakit.

Tak lama, tiba-tiba muncul bengkak yang semakin hari kian membesar di pipinya. Alwin kemudian menjalani CT Scan dan hasilnya Alwin didiagnosa cancer rybdomiosarcoma di mulut.

"Awalnya kami gak tahu itu kanker, dugaan kami itu sakit gigi lalu dibawa ke rumah sakit tapi Alwin masih merasa kesakitan," katanya.

Baca juga: Permudah Akses Bagi Warga, BPJS Kesehatan Lhokseumawe Adakan Layanan Keliling ke Bener Meriah

Bocah kecil itu kemudian langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA), adalah rumah sakit dengan fasilitas medis terlengkap di Aceh. Di sini, Alwin mendapat tindakan operasi biopsi, hasilnya, dinyatakan kanker mulut.

Total Alwin sudah menjalani dua kali operasi untuk mengikis sebagian daging tumor di mulut, tapi hasilnya tetap sama seperti awal. Hingga saat ini Alwin sudah menjalani enam kali kemoterapi. 

Selama proses pengobatan dan jadwal kontrol ulang 'anak surganya' itu, ibu Alwin sangat beruntung bisa tinggal di rumah singgah Children Cancer Care Community (C-Four) selama masa pengobatan.

"Kami dari daerah awalnya kurang paham berobat di RSUDZA bagaimana, dari proses rujukan, administrasi dan nggak tau dimana ruangannya, tapi awal-awal kami dibantu oleh relawan, setelah kami diajarin lalu kami dilepas secara mandiri untuk pengobatan selanjutnya," sambungnya.

Alwin berasal dari keluarga tidak mampu, sang ayah berprofesi sebagai petani sayuran, sementara sang ibu adalah seorang rumah tangga biasa.

Sasmawarni mengaku sangat terbantu dengan adanya rumah singgah anak kanker C-Four yang menanggung akomodasi selama masa berobat hingga makan mereka sehari-hari.

Baca juga: Kelas BPJS Kesehatan Diganti KRIS, Ini 12 Syarat Ruang Perawatan KRIS & Penyakit yang Tak Ditanggung

Ia menuturkan, semua biaya pengobatan anaknya ditanggung Pemerintah Aceh melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), saat ini sudah terintegerasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas III.

Sasmawarni tidak bisa membayangkan berapa rupiah harus dikeluarkan jika tidak ada BPJS yang dimana iurannya ditanggung oleh Pemerintah Aceh melalui program JKA. JKA menggunakan dana otonomi khusus (otsus).

Program JKA diluncurkan tahun 2010.

Melalui JKA semua biaya pengobayan warga Aceh yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh ditanggung Pemprov Aceh.

"Alhamdulillah sekali semua pengobatan ditanggung BPJS dari JKA, kami gak perlu bayar, kalau bayar kami nggak sanggup kayaknya," imbuh Sasmawarni sembari menatap wajah Alwin. 

Bukan hanya biaya pengobatan anak, biaya pengobatan dirinya beserta sang suami juga ditanggung pemerintah, tentu ini sangat membantu mengingat pendapatan mereka pas-pasan untuk biaya hidup sehari-hari. 

Hal senada juga dirasakan oleh Rosmiati (37), wanita asal Kluet Timur, Aceh Selatan ini mengaku sangat terbantu dengan kehadiran program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) melalui BPJS Kesehatan dalam membantu pengobatan anak surganya, Rauzah Saidah (8) yang mengalami kanker mata.

Rosmiati menceritakan jika putrinya itu divonis kanker mata saat usianya memasuki tiga tahun. 

Adapun gejala awal terlihat ada selaput putih yang menutupi bola mata secara keseluruhan.

Dua bulan kemudian, mata sang anak terus mengalami gatal dan memerah, tak jarang bola matanya tiba-tiba berubah menjadi putih.

Sebelum berobat ke rumah sakit, pihak keluarga sempat membawa Rauzah menjalani pengobatan kampung dengan bahan-bahan yang diresepkan lalu diteteskan ke mata.

Melihat tak ada perkembangan, pada tahun 2021, Rauzah langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat yang berada di Aceh Barat Daya. Dari pemeriksaan oleh dokter mata, Rauzah divonis menderita kanker mata.

Penyintas kanker mata, Rauzah (8) bersama ibunya Rosmiati (37) memperlihatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai peserta BPJS Kesehatan di rumah singgah C-Four Banda Aceh, Senin (29/7/2024).

Sang ibu mengungkap, saat putrinya menangis, bukan air mata yang keluar melainkan nanah dan bola matanya pun ikut keluar. "Karena nangis kesakitan matanya keluar, kalau dikasih obat baru masuk lagi matanya," ujarnya.

Mendengar penyakit kanker mata yang diderita sang anak, Rosmiati sempat putus asa belum lagi kondisi finansialnya yang tak mencukupi kala itu.

Untungnya, keluarga Rosmiati terdaftar menjadi salah satu penerima program JKA sehingga seluruh biaya pengobatan ditanggung BPJS, akhirnya Rauzah diirujuk ke RSUDZA untuk perawatan lebih lanjut.

Saat ini, bola mata Rauzah sudah berhasil dikeluarkan dan dinyatakan bersih dari kanker mata usai melewati proses operasi hingga kemoterapi, hanya saja, Rauzah harus melalukan chek up secara rutin.

Selama masa pengobatan itu, Rauzah menempuh perjalanan kurang lebih delapan jam untuk tiba di Banda Aceh dari Aceh Selatan.

Adapun tempat persinggahan mereka selama proses pengobatan hingga kontrol ulang tinggal di C-Four, di sini mereka disediakan tempat tinggal dan diberikan konsumsi sehari-hari secara gratis. Rumah singgah C-Four menjadi saksi bisu Rauzah, Alwin dan 'anak surga' lainnya yang berjuang melawan penyakit kanker.  

"Kami berobat dari awal dibantu BPJS, tentu sangat membantu, dari obat-obat kemoterapi ini kan termasuk mahal tapi dibantu sama BPJS, alhamdulillah sekali ada BPJS," sambungnya.

Meski begitu sambung Rosmiati, adakalanya mereka membeli obat secara mandiri, hal ini karena di rumah sakit tidak tersedia stok obat, dalam biaya pengobatan juga dibantu oleh C-Four.

"Ada juga kami beli obat sendiri karena di rumah sakit habis obatnya, gak bisa ditunda kan kalau kanker, jadi kami beli dibantu juga sama C-FOUR," imbuhnya.

Saat ini, Rauzah dinyatakan sembuh dari kanker mata, bocah mungil yang tengah duduk di bangku kelas dua SD itu sudah terlihat cantik dengan penambahan mata palsu di mata kirinya.

Rosmiati menaruh harapan besar pada BPJS, ia sempat khawatir dengan adanya isu Pemprov Aceh menghentikan program JKA yang sangat membantu warga itu.

Saat mendengar penghentian JKA, Rosmiati gelisah. Ia sangat khawatir dengan pengobatan putrinya itu, jika harus membayar premi BPJS mandiri, ia merasa kewalahan.

"Jangan dihapus lah JKA, kami sangat membutuhkan kalau berobat Rauzah. Waktu itu sempat khawatir, tapi alhamdulillah gak jadi dihapuskan," terangnya.

Dampingan Children Cancer Care Community (C-Four) Aceh

Rumah singgah Children Cancer Care Community (C-Four) Aceh sudah memfasilitasi ratusan 'anak surga' penderita kanker di Aceh untuk berobat melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang saat ini sudah terintegerasi menjadi BPJS Kesehatan. 

Rumah dengan bangunan sederhana yang terletak di Jalan Sepat, Lampriet, Kota Banda Aceh ini telah dijadikan tempat tinggal sementara bagi ratusan anak dari keluarga kurang mampu yang harus berjuang melawan kanker sejak usia dini.

Anak-anak penderita kanker tersebut tengah menjalani pengobatan di RSUD Zainoel Abidin, dengan sebagian besar berasal dari luar daerah. Mereka setidaknya membutuhkan waktu berhari-hari untuk berobat maupun kontrol ulang. 

Ratna Eliza, pendiri Rumah Singgah C-Four (Children Cancer Care Community) Aceh foto bersama anak-anak kanker di rumah singgah itu.

Berdirinya rumah singgah C-FOUR ini tak terlepas dari peran Ratna Eliza.

Sejak didirkan pada tahun 2014, Ratna mengatakan sudah hampir 400 anak-anak penderita kanker yang tinggal di rumah singgah untuk berobat ke RSUDZA.

Rata-rata, anak-anak penderita kanker datang berobat ke RSUDZA sudah memasuki stadium tiga. Mendapati hal ini, Ratna mengungkap setengah dari jumlah tersebut meninggal dunia.

"Hampir 400 anak surga yang sudah dibantu dan tinggal di C-Four, setengah lebihnya meninggal. Jadi rata-rata pasien di sini yang kita terima itu udah stadium tiga atau stadium lanjut. Banyak faktor yang mempengaruhinya kenapa mereka terlambat berobat, faktor pertama mungkin mereka masih percaya dukun bukan langsung berobat medis," kata Ratna Eliza, Founder C-Four Aceh.

Meski C-Four berfokus pada anak-anak penderita kanker, namun Ratna mengungkap jika mayoritas 'anak surga' yang tinggal di C-Four lainnya adalah anak penderita leukimia menyusul hidrosefalus.

"Ketika berobat kan mereka tidak langsung pulang, misalnya tunggu jadwal check-up keluar dan tunggu obat, pemeriksaan darah, torax, scan, MRI, jadi waktu-waktu yang mengharuskan mereka menunggu ya tinggal sementara di C-Four tapi tetap pelayanannya itu di rumah sakit bersama dokter," katanya.

Hadirnya C-Four tidak hanya menjadi rumah singgah tetapi juga ikut andil dalam pendampingan serta menyediakan obat untuk anak penderita kanker jika stok di rumah sakit habis.

C-Four juga membantu dalam pembelian mata palsu, dimana dalam hal ini tidak ditanggung BPJS karena merupakan bagian dari estetika.

"Ada beberapa yang tidak di cover sama BPJS, misalnya obat kadang kosong, ini dibeli sendiri, ini tugas kami membeli. Kemudian mata palsu, si Rauzah dua kali ganti mata palsu, ini tidak diganti BPJS, harganya bervariasi mulai 500 ribu sampe 1 juta, nah itu kita yang bayar, tapi untuk operasi ditanggung BPJS," terang Ratna.

Pengobatan Pasien Kanker Ditanggung BPJS

Pengobatan anak-anak penderita kanker yang berasal dari keluarga kurang mampu di rumah singgah C-Four itu semuanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, dimana seluruh biaya iurannya ditanggung oleh Pemerintah Aceh melalui program JKA.

Tak hanya penerima JKA, Ratna juga sempat cemas dengan isu kebijakan Pemprov Aceh menghentikan JKA beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, pasien kanker dampingan mereka gundah jika harus keluar sebagai peserta JKA sekaligus tidak terdaftar dalam JKN. Namun, Ratna bersyukur penghentian program JKA tidak jadi dilakukan oleh Pemprov Aceh. 

Hanya saja dalam hal ini, Ratna menegaskan bahwa Pemprov Aceh dan pihak terkait harus lebih selektif lagi dalam verifikasi data-data penerima JKA.

"Saya pernah bilang untuk JKA jangan dihapuskan tapi sebaiknya data-data masyarakat Aceh itu yang perlu diperbaharui, kalau perlu ditacking deh mislanya dia punya JKA, telusuri rumahnya permanen apa nggak, milik sendiri apa nggak, berapa pendapatannya itu yang harus dilihat, jangan nanti orang kaya pakai juga JKA sedangan yang miskin nggak dapat apa-apa," tegas Ratna.

Apresiasi pelayanan BPJS

Tak hanya Ratna, Rosmiati dan Sasmawarni juga mengapresiasi pelayanan BPJS di Aceh. 

Selama melakukan pengobatan untuk 'anak surga' mereka yang menderita kanker, menurutnya tidak ada perbandingan pelayanan antara kelas satu, dua dan tiga.

"Kalau saya tanya sama pasien seperti apa, tetap mereka dilayani, apalagi dengan pasien-pasien kanker yang kondisinya urgent, kemo ya tidak boleh telat, obat kemo kan mahal. Dengan adanya JKA ini memang sangat membantu, apalagi pasien kita C-FOUR Ini orang-orang yang menengah ke bawah, miskin ibaratnya jadi memang mereka mengharapkan pelayanan kesehatan ini gratis," kata Ratna. 

Sebagai koordinator C-Four Aceh, Ratna juga sempat memberi usulan kepada BPJS Kesehatan di Aceh agar memudahkan penggunanya dalam berobat. 

Adapun usulan tersebut adalah meminta BPJS Kesehatan memberi kemudahan bagi keluarga pasien untuk memindahkan Fasilitas pelayanan kesehatan agar bisa mendapat rujukan kembali tanpa harus kembali ke daerah asal, permintaan ini dilakukan karena pasien kanker di C-Four mayoritas berasal dari luar Banda Aceh. 

Dengan cara tersebut, keluarga pasien tidak perlu bolak-balik ke daerah asal hanya untuk mengurus surat rujukan. Hal ini berlaku bagi keluarga pasien apabila surat rujukan sudah lewat dari tanggal yang ditentukan dan anak masih berobat di Banda Aceh.

"Saya ada kasih masukan ke BPJS, ketika rujukan itu mati kan otomatis mereka balik ke daerah, nah alhamdulilah dikasih kemudahan sama BPJS nya, jadi mereka bisa pindah faskes ke RS atau puskesmas di sini (Banda Aceh) untuk ambil rujukan di sini kita tinggal kasih rekam medisnya," pungkas Ratna. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

*Artikel ini diikutsertakan untuk Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan 2024 yang digelar pada Juli 2024.

Berita Terkini