Oleh: Marzuki Ahmad SHI MH, Dosen Fakultas Hukum Unigha Sigli
ACEH, provinsi dengan status otonomi khusus, kini menghadapi tantangan serius terhadappilar-pilar kekhususannya. Apa yang dulu diperjuangkan sebagai solusi untukkonflik berkepanjangan dan pembangunan daerah, kini terancam oleh munculnya oligarki gaya baru.Otonomi khusus Acehyang diberikan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 seharusnya menjadi landasan bagikesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Namun, realitanya jauh dari harapan. Kita menyaksikan bagaimana kekuasaan dan sumberdaya terkonsentrasi di tangan segelintir elite politik dan ekonomi.
Pilar Kekhususan Aceh
Pilar Kekhususan Aceh mengacu pada aspek-aspek khusus yang diberikan kepada Provinsi Aceh sebagai daerah otonomi khusus di Indonesia.
Berikut ini adalah pilar-pilar utama kekhususan Aceh:
Pertama yaitu penyelenggaraan kehidupan beragama Penerapan syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh. Pengaturan kehidupan beragama tetap menjamin kebebasan beragama bagi pemeluk agama lain. Penyelenggaraan kehidupan adat Pelestarian dan pengembangan adat istiadat Aceh. Pemberdayaan lembaga adat. Kedua, Penyelenggaraan pendidikanPengembangan dan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat Aceh.
Baca juga: Saat Mendaftar ke Kantor KIP Aceh Bustami Naik Jeep, Mualem Naik Ford
Ketiga, Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah Pembentukan lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Keterlibatan ulama dalam pengambilan keputusan penting. Penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis syariah, pembentukan Qanun (Peraturan Daerah) yang sesuai dengan syariat Islam.
Keempat, Pembentukan lembaga Wilayatul Hisbah (polisi syariah). Pengelolaan sumber daya alam. Kewenangan khusus dalam pengelolaan sumberdaya alam di darat dan laut. Pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintahpusat dan Aceh.
Kelima, Pelaksanaan otonomikhusus di bidang ekonomi. Kewenangan khusus dalam perencanaan, pengelolaan, danpengawasan pembangunan ekonomi Pengembangan perekonomian yang berbasis syariahPelestarian dan pengembangan kebudayaan Perlindungan dan pengembangan budaya Aceh. Promosi kebudayaan Aceh di tingkat nasional dan internasional.
Pilar-pilar ini merupakan dasar dari kekhususan yang diberikan kepada Aceh melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dari beberapa uraian di atas terlihat adanya indikasi runtuhnya pilar kekhususan Aceh antara lain:
1. Pemanfaatan dana otonomi khusus yang tidak tepat sasaran dan tidaktransparan.
2. Implementasi syariat Islam yang cenderung simbolis dan tidak menyentuhsubstansi.
3. Pembagian kekuasaan yang tidak merata, dengan dominasi kelompoktertentu.
4. Pembatasan ruang demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilankeputusan.
Praktik oligarki gaya baru di Aceh ditandai dengan adanya Penguasaan proyek-proyek strategisoleh kelompok elit tertentu. Politisasi birokrasi untuk kepentingan kelompokberkuasa. Pemanfaatan sentimen kedaerahan untuk mempertahankan kekuasaan.Kontrol terhadap media dan informasi.
Fenomena ini tentubertentangan dengan semangat awal pemberian otonomi khusus. Jika dibiarkan,akan berdampak serius pada kesejahteraan rakyat, stabilitas sosial-politik, dan masa depan Aceh secara keseluruhan. Untuk mengembalikan Aceh pada jalur yangbenar, menurut hemat kami ada beberapa hal mendesak yang perlu dibenahi dan inisangat penting untuk diwujudkan, antara lain: