Laporan Yarmen Dinamika | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM - Ketua Atsiri Research Center (ARC) Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUIPT) Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (USK), Dr Syaifullah Muhammad, menyatakan perlu kehati-hatian menyikapi tingginya harga minyak nilam dalam enam bulan terakhir.
Harga minyak nilam saat ini mencapai puncak yang paling tinggi dalam 30 tahun terakhir, yaitu Rp 1,9 juta per kilogram.
Menurut Syaifullah, hal ini berpotensi mengganggu industri hilir yang memanfaatkan minyak nilam sebagai bahan baku, karena berdampak pada peningkatan biaya produksi dari 'end product' di banyak negara.
Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik USK ini berpendapat, peningkatan harga bahan baku secara terus-menerus berdampak tidak baik bagi keberlanjutan industri. Sebab, akan berdampak pada kejenuhan dan berpeluang bagi industri mencari bahan alternatif pengganti yang lebih murah.
"Sehingga, berpeluang harga minyak nilam terjun bebas kembali ke titik terendah," imbuhnya.
Secara teknis, lanjut Syaifullah, memang minyak nilam tidak mungkin tergantikan dengan bahan lain, karena komposisi senyawa fito kimianya yang mencapai lebih 60 senyawa alami dalam minyak nilam.
Baca juga: Saat Ini Harga Minyak Nilam Merangkak Naik, Segini Harga di Tingkat Agen Pengumpul
Menurut Syaifullah, tidak mungkin ada yang mau dan bisa mensintesis 60 senyawa kimia dan dikomposisi sebagai pengganti minyak nilam, karena membutuhkan biaya dan teknologi yang sangat tinggi dan berdampak pada biaya produk hilir yang sangat tinggi pula.
Namun, beberapa fungsi minyak nilam sebagai fiksatif misalnya, bisa digantikan oleh senyawa sintetik.
"Artinya, kalau harga minyak nilam terlalu tinggi, maka ada kemungkinan pelaku industri hilir akan beralih ke bahan sintetik yang lebih murah, meskipun kualitasnya berbeda dengan minyak nilam," terang Syaifullah.
Oleh karena itu, Syaifullah berharap harga minyak nilam bisa stabil pada kisaran Rp 1 juta per kg. Karena, ini akan berdampak jangka panjang dan saling menguntungkan untuk semua stakeholders nilam, mulai dari petani, penyuling, pengumpul, koperasi, eksportir, reseller internasional, hingga 'end user' nilam di mancanegara.
Beberapa hal yg menurut Syaifullah bisa dilakukan, antara lain, menjaga keseimbangan antara produksi nilam oleh masyarakat dengan jumlah permintaan nilam dari internasional pada kisaran 2.000 ton per tahun.
Selain itu, juga menjaga agar kualitas minyak nilam yang dihasilkan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan permintaan internasional dengan kandungan patchouli alkohol 30-34 persen dan bilangan asam kurang dari 8 serta beberapa standar kuliatas lainnya.
Selanjutnya, para eksportir nilam juga bisa memperluas jangkauan kemitraan dengan 'international buyer' lainnya, sehingga ada alternatif jalur pemasaran nilam ke luar negeri.
Saat ini, sebut Syaifullah, ada sekitar 40 negara yang memerlukan nilam untuk industri mereka dengan tingkat kebutuhan yang variatif.
Baca juga: Gerai USK Store, Oleh-oleh Khas Olahan Nilam Jadi Pilihan Baru di Pelabuhan Balohan Sabang