Banyak yang terjebak dalam pusaran ini tanpa menyadari bahwa mereka sebenarnya hanya menjadi alat bagi sistem yang lebih besar—platform dan pengiklan yang mengontrol konten. Ini adalah jebakan yang tidak hanya merugikan pembuat konten tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Media sosial seharusnya digunakan untuk menyebarkan hal-hal positif dan bukan untuk merusak moral dan etika. Kita perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial, menciptakan konten yang bermanfaat, edukatif, dan inspiratif. Ini adalah tugas kita untuk memastikan bahwa media sosial tetap menjadi tempat yang mendukung nilai-nilai positif dan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat.
Platform media sosial sering kali mengeksploitasi pengguna dengan membuat mereka terjebak dalam konten yang menarik perhatian tetapi tidak bermanfaat. Kita adalah pasar yang menyedot paket data dan waktu kita dengan sia-sia. Konten unik dan nyeleneh memang menarik banyak perhatian, tetapi hanya sedikit yang benar-benar memiliki makna dan nilai. Ini adalah strategi untuk memastikan agar sistem algoritma tetap berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan kecurigaan.
Mari kita gunakan media sosial dengan bijak. Jangan membuat konten aneh hanya demi popularitas. Jangan latah mengikuti jejak para selebgram, TikToker, YouTuber, atau influencer lainnya tanpa berpikir panjang. Hakikatnya, mereka adalah alat bisnis bagi pemilik aplikasi yang memanfaatkan popularitas mereka untuk keuntungan finansial. Mari kita jadikan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan hal-hal positif dan membangun masyarakat yang lebih baik.
Harapan kepada pemuka agama dan tokoh adat, jangan pernah memberikan legitimasi dan ruang kepada mereka yang hanya mencari sensasi dan keuntungan pribadi di tengah masyarakat yang religius dan berbudaya. Selalu ada cara untuk memanfaatkan media sosial dengan bijak dan produktif, tanpa terjebak dalam jebakan bisnis orang lain.
Simpul kata, mari kita gunakan kesempatan mudahnya mengakses informasi dengan hal positif dan kreativitas, bukan ajang peudeuh bangai demi cuan, manoe lam got (menampakkan kebodohan demi cuan rela mandi dalam got). Jadi, kita kembali ke nilai-nilai yang mendasar, menjaga agar media sosial tidak menjadi ladang penipuan dan kebodohan, melainkan sebuah platform yang mendukung pembelajaran, kreativitas, dan kebaikan.