SERAMBINEWS.COM - Israel hingga saat ini masih terheran-heran bagaimana rudal balistik yang diluncurkan oleh Houthi dari Yaman, sejauh lebih dari 1.800 mil, dapat mencapai wilayah daratan Israel tanpa terdeteksi oleh sistem radar canggih yang dimiliki oleh Israel dan Amerika Serikat.
Kekhawatiran ini semakin mendalam mengingat Israel telah menginvestasikan banyak sumber daya untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang mutakhir, termasuk sistem Arrow yang dirancang untuk mencegat ancaman udara.
Sejauh ini, Israel terus berupaya mencari tahu alasan di balik kegagalan sistem Arrow untuk mendeteksi kehadiran rudal tersebut di wilayah udara Israel sebelum akhirnya menghantam targetnya di negeri Zionis itu.
Penyelidikan ini menjadi penting untuk memastikan efektivitas sistem pertahanan mereka di masa depan dan untuk mengidentifikasi kemungkinan celah yang perlu ditangani.
Dengan meningkatnya ketegangan di kawasan, pemahaman yang lebih baik mengenai ancaman ini menjadi krusial bagi keamanan nasional Israel dan stabilitas regional secara keseluruhan.
Sebuah rudal Houthi yang ditembakkan Houthi dari Yaman berhasil menghindari sistem deteksi canggih Israel pada Minggu pagi, 29 September 2024.
Meskipun memiliki sistem yang canggih, rudal tersebut baru berhasil dijatuhkan setelah melewati wilayah udara Israel, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang potensi kegagalan dalam sistem keamanan yang ada.
Houthi tidak memiliki industri rudal balistik sendiri. Seluruh stok mereka berasal dari Iran.
Apa yang dikenal di Yaman sebagai “Tufan” pada dasarnya adalah rudal Ghadir Iran, yang merupakan pengembangan dari Shahab-3.
Selama 25 tahun, sistem Arrow telah dikembangkan dan ditingkatkan agar mampu mencegatnya.
Rudal ini mempunyai jangkauan tembak hingga 2.000 km, cukup untuk menempuh jarak dari Yaman ke Israel. Rudal tersebut diangkut dari tempat penyimpanannya dengan truk ke lokasi peluncuran, tempat rudal tersebut dirakit.
Sasaran rudal telah ditentukan sebelumnya dan tidak dapat mengubah arah atau memperbaikinya selama penerbangan.
Berbeda dengan Shahab, persiapan peluncurannya, terutama pengisian bahan bakar tahap pertama, hanya memakan waktu sekitar 30 menit, bukan beberapa jam.
Rudal tersebut diluncurkan secara vertikal dan mengikuti lintasan balistik, artinya bergerak dalam bentuk busur.
Ia terbang melintasi atmosfer dengan mesin yang masih menyala, mendorongnya ke depan. Selama penerbangan, tahap pertama terpisah, dan tahap kedua masuk kembali dari atmosfer setelah bahan bakarnya habis, terus berakselerasi karena gravitasi.
Maksimal Butuh 15 menit dari Yaman untuk Jangkau Daratan Israel
Dari Yaman utara, rudal tersebut hanya membutuhkan waktu 12-15 menit untuk mencapai Israel tengah.
Berat pra-peluncurannya diperkirakan mencapai 15-17 ton, namun hulu ledaknya sendiri berbobot sekitar 650 kg., sebuah bahan peledak yang signifikan, dikombinasikan dengan kecepatan tumbukan, dapat menyebabkan kerusakan parah pada bangunan sipil dan juga struktur militer yang dilindungi dengan ringan.
Ada tahapan deteksi untuk rudal tersebut, yang tampaknya tidak berfungsi pagi ini. Ketika rudal tersebut dipasang untuk diluncurkan, rudal tersebut berada di area terbuka yang dapat dilihat oleh satelit pengintai Israel dan Amerika, yang seharusnya memantau lokasi peluncuran potensial.
Ketika rudal diluncurkan, panas hebat yang dihasilkan oleh mesinnya terdeteksi oleh jaringan satelit peringatan rudal Amerika, dan informasi tersebut seharusnya diteruskan ke IDF.
Beberapa sistem radar seharusnya mendeteksi dan melacak rudal tersebut ketika berada pada lintasan menuju Israel.
Sistem radar tersebut mencakup radar angkatan laut AS dan Israel di Laut Merah, radar X-band jarak jauh yang diproduksi oleh Raytheon dan berlokasi di Negev yang dioperasikan oleh pasukan AS, serta radar sistem Arrow.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Israel Masih Heran Bagaimana Bisa Rudal Houthi Tak Terdeteksi Radar Canggih AS dan Hantam Wilayahnya
Baca juga: Jarang Diketahui, Ini 5 Manfaat Rutin Konsumsi Buah Pepaya, DApat Menguatkan Imun Tubuh
Baca juga: Daftar Kejahatan untuk Hukuman Mati di Korea Utara Ditambah, Rezim Kim Jong-Un Makin Menakutkan