“Pegerakan melemahnya harga minyak nilam ini terus berlanjut dalam sebulan terakhir hingga pada titik terendah saat ini Rp 1,7/Kg. Begitu juga kejadian serupa dialami harga minyak pala.” Ali, Agen Pengumpul Hasil Bumi di Abdya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Harga minyak nilam dan minyak pala di Aceh Barat Daya (Abdya) dilaporkan terus mengalami penurunan dalam sebulan terakhir.
Harga minyak nilam yang sebelumnya sempat menyentuh Rp 2,3 juta/Kg, secara pelan terus turun dengan berkisar Rp 1,7 juta/Kg. Begitu juga dengan harga minyak pala dari Rp 950.000/Kg juga turun ke harga Rp 860.000/Kg.
Turunnya harga minyak pala berdampak langsung pada harga pala basah di tingkat petani. Dari harga dari Rp 25.000/Kg turun menjadi Rp 20.000/Kg.
Agen pengumpul hasil bumi di Abdya, Ali kepada Serambi pada Sabtu (14/12/2024) memperkirakan turunnya harga kedua jenis minyak atsiri ini karena melesunya harga pasar dalam negeri.
“Kalau harga pasar luar negeri saya tidak tahu, tetapi harga pasar dalam negeri memang terus melemah dalam sebulan terakhir,” katanya.
Ia menyebut bahwa pergerakan turunnya harga minyak nilam tidak berlangsung secara drastis, tetapi sangat pelan dalam sebulan terakhir. Dalam 2-3 hari atau sepekan hanya turun Rp 50.000/Kg.
“Pegerakan melemahnya harga minyak nilam ini terus berlanjut dalam sebulan terakhir hingga pada titik terendah saat ini Rp 1,7/Kg. Begitu juga kejadian serupa dialami harga minyak pala,” katanya.
Meskipun demikian, gairah masyarakat pesisir barat selatan Aceh untuk menanam nilam masih sangat tinggi. Buktinya, permintaan bibit nilam dari masyarakat masih sangat tinggi dengan harga rata-rata Rp 300/batang bibit.
Berbeda dengan anjloknya harga pala yang sangat memukul para petani. Karena harga Rp 20.000/Kg untuk pala basah dinilai tidak ekonomis.
Sebab jumlah biaya panen yang dikeluarkan sangat tinggi, terutama untuk ongkos kerja mencapai Rp 150.000/orang/hari. “Kalau satu orang pekerja hanya mampu memanen sekitar 15 Kg, kan hasilnya bagi dua dengan pemilik kebun,” ungkapnya.
Karena itu, ia berharap pemerintah mencari solusi untuk menstabilkan harga pala sehingga bisa menguntungkan petani. Begitupun semangat masyarakat untuk budidaya pala kini sudah berkurang. Padahal Aceh Selatan dan Abdya sebelumnya dikenal sebagai penghasil pala terbesar di Aceh.(tz)