Hadiratul Uhra putri bungsu Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Provinsi Aceh, Drs H Sofyan Muhammad Saleh SH selamat dari ganasnya gelombang tsunami yang melanda Kota Banda Aceh, Minggu (26/12/2004) lalu.
Hadiratul Uhra yang sehari-hari dipanggil Dihira (berusia 13 tahun pada saat tsunami), pelajar kelas 1 MTSN Model Banda Aceh itu bisa selamat berkat ketenangannya menghadapi maut.
Dihra ketika dijumpai Serambi, Kamis (7/1/2004) di Komplek BTN Asamera Langsa di rumah tantenya, mengisahkan dirinya selamat dari gelombang tsunami setelah melompat ke tong sampah yang sedang terapung.
Ketika air bah itu mengganas kebetulan Dihra sudah berada di atas bubung mobil labi-labi berkat diselamatkan seseorang yang disebutnya abang-abang.
Namun mobil labi-labi itu juga akhirnya tenggelam, kebetulan Dihra melihat tongsam pah besar yang mengapung.
Segera saja dia meloncat ke dalam tong sampah yang di dalamnya masih terdapat banyak sampah bau busuk.
Dipegangnya erat-erat tong sampah tersebut sembari berfikir dan menjaga keseimbangan.
Dikatakan Dihra, sebelum dia lama berfikir, tiba-tiba sejumlah orang juga melompat ke tong sampah yang sedang dikenderai Dihra tersebut.
Karena sudah melewati kapasitas, tong sampah bersama sejumlah orang yang ada di dalamnya tenggelam.
Meskipun Dihra mengaku tidak bisa berenang, tapi dia sempat menangkap sepotong kayu untuk tetap bertahan hidup.
Selanjutnya dengan kayu itu dia berusaha melihat peluang lain untuk terus berjuang agar tetap selamat.
Hingga akhirnya Dihra sampai di bubung rumah penduduk.
Bertahanlah Dihra sekitar dua jam di bubung rumah tersebut menyusul air bah tsunami itu surut.
Setelah dipastikan situasi aman dia turun dan bergabung dengan sejumlah orang.
Kemudian Dihra bersama orang yang bernasib sama dengan dirinya naik truk reo TNI dibawa ke lokasi penggungsi di wilayah Jantho Aceh Besar.
Kebetulan Dihra tidak tinggal di kamp penggungsian, tapi di rumah seorang penduduk yang dilukiskan cukup berbaik hati padanya.
Dihra mengaku tidak inga pasti siapa nama pemilik rumah tersebut, tapi katanya ibu pemilik rumah itu selalu di panggil Mak Nong. (*)
(Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)