Mihrab

Memaknai Perayaan Tahun Baru di Aceh, Ketua DPP ISAD: Jangan Memelintir Informasi 

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tgk Mustafa Husen Woyla, Ketua Umum DPP ISAD dan Alumni Dayah BUDI Lamno

Ia berharap kepada MPU Aceh dan pemerintah agar perlu lebih gencar mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjadikan kalender Hijriah sebagai rujukan utama.

Kalender Masehi tetap digunakan, tetapi cukup sebagai pelengkap.

“Bayangkan, surat-surat resmi di Aceh menggunakan tanggal Hijriah tanpa mencantumkan padanannya dalam kalender Masehi,"

"Dengan teknologi sekarang, konversi tanggal bukanlah masalah besar. Ini akan menjadi langkah kecil yang membawa dampak besar dalam memperkuat identitas keislaman Aceh,” ujarnya.

Lalu memperkuat budaya Islami di Aceh dengan tradisi zikir dan doa bersama.

Jika ini digalakkan di malam tahun baru, budaya “import” seperti pesta dan kembang api tidak akan punya tempat.

Karena itu, kata Tgk Mustafa, Aceh tidak butuh terompet atau kembang api untuk menyambut pergantian tahun.

“Tradisi itu bukan milik kita. Jika seluruh stakeholder di Aceh sepakat, keistimewaan ini bisa diakui lebih luas, larangan perayaan tahun baru Masehi bisa menjadi bagian dari hukum formal di bumi Serambi Mekkah,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, ini bukan hanya soal aturan. Lebih dari itu, ini soal bagaimana masyarakat Aceh menjaga identitas.

Karena di tanah Serambi Mekkah, tradisi bukan sekadar simbol. Tetapi melainkan jiwa. Jiwa yang tangguh. Jiwa yang tahan terhadap serangan budaya asing.

“Aceh bisa berbeda tanpa harus kehilangan kehormatan. Dan di balik perbedaan itu, ada satu pesan yang selalu relevan, yakni kita tidak perlu menjadi orang lain untuk dihormati,” pungkasnya. (ar)

Berita Terkini