NILA SARI, S.Pd., Guru SD Negeri 17 Sabang, melaporkan dari Kota Sabang
Awal tahun 2025 ini, tepatnya tanggal 8 Januari, saya dan teman-teman mengikuti pelatihan ke-4 Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Sabang yang dilaksanakan di Ruang Teater Museum Kota Sabang.
Materi di kelas FAMe kali ini sangat menarik, yaitu teknik 'public speaking' yang disampaikan oleh Bapak Drs Fakhrulsyah Mega MM.
Pak Fakhrul merupakan putra asli Sabang yang pernah bersekolah di Kota Sabang, lalu menamatkan S1 di FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sedangkan S2-nya di Jakarta.
Jujur, aaya kagum pada pengetahuan dan pengalaman beliau tentang Sabang. Di awal pertemuan beliau ceritakan bahwa pernah menempuh pendidikan tingkat SD dan SMP di Sabang. Ceritanya santai, tapi menarik sebagai awal perkenalan.
Fakhrul juga menyinggung tentang SMA Gerbong yang masih beliau ingat, tetapi saat ini tak ada lagi di Kota Sabang. Bahkan, pisang kepok dan pisang susu yang dulunya banyak di Sabang dan saat ini sulit ditemukan, itu pun tidak luput dari perhatian beliau.
Ingat Sabang, ya yang terbayang di benak kita adalah birunya laut, halusnya pasir, alamnya yang indah, masyarakat yang ramah, serta nyamannya kehidupan di pulau paling barat Indonesia ini sehingga ramai dikunjungi wisatawan.
Namun, kali ini saya sedang tidak berbicara tentang keindahan Kota Sabang. Saya justru ingin fokus mereportasekan apa yang disampaikan Pak Fakhrul saat presentasinya selama 1,5 jam.
Beliau memulai paparan dengan tuturan yang masih membekas di benak saya, yaitu “Bagaimana agar makna Sabang Santai Banget berubah menjadi Saatnya Bangkit.”
Kalimat tersebut sebuah ajakan yang mendalam untuk melakukan transformasi positif di Kota Sabang. Peserta tergugah untuk memahami ajakan pemateri dengan gaya khasnya.
Sabang yang diklaim sebagian orang sebagai akronim dari Santai Banget, merupakan sebuah citra yang melekat pada Pulau Weh. Sebetulnya, citra ini bisa menjadi kekuatan jika dimaknai sebagai tempat yang nyaman, tenang, dan ramah. Merepresentasikan suasana kota untuk bersantai, healing, dan relaksasi yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Jadi, sangat cocok untuk melepas penat dan lelah.
Selain keindahan berbagai objek wisatanya yang memukau, ada beberapa kebiasaan khas masyarakatnya yang menjadikan “Santai Banget” sebagai citra Kota Sabang. Salah satunya adalah kebiasaan sebagian warga Sabang tidur siang pada pukul 14.00 hingga 15.30 WIB.
Pada waktu tersebut ruas jalan utama di kota ini jadi sepi. Namun, sebagian lainnya tetap membuka tempat usahanya karena pada waktu tersebut merupakan peluang ideal untuk meraup rezeki.
Setelah pulas tidur siang, barulah pada sore harinya warga Sabang mulai beraktivitas kembali, menikmati keindahan senja di seputaran Kota Sabang. Pada waktu ini berbagai jajanan dijajakan di sepanjang jalan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi warga setempat maupun pendatang. Ini merupakan kebiasaan turun-temurun sejak lama.
"Tapi saat ini masyarakat Sabang memiliki wadah untuk memanfaatkan waktu tidur siangnya dengan hal yang lebih bermanfaat. Yakni, belajar bersama dalam kegiatan FAMe Chapter Sabang seperti yang sedang berlangsung saat ini," tutur Fakhrulsyah Mega.
Pernyataannya membuat saya tersentak. Dan memang benar, dari empat kali pertemuan FAMe, tiga kali di antaranya selalu dilaksanakan pada siang hari, justru pada jam biasanya kebanyakan warga Sabang sedang bobo siang.
Setelah membahas Sabang yang Santai Banget, Fakhrul mengajak warga FAMe Chapter Sabang untuk mengembangkan kemampuan 'public speaking', agar mampu menjadi 'leader' dalam melakukan transformasi positif di kota wisata ini.
Bagaimana caranya agar masyarakat Sabang dapat menggemakan Sabang saat ini bukan lagi Santai Banget, tetapi justru Saatnya Bangkit.
Fakhrul mengungkapkan bahwa 'public speaking' adalah seni berbicara dengan tujuan menyampaikan informasi, menghibur, menginspirasi, memengaruhi, dan membangun hubungan. Harus pula sesuai dengan kebutuhan audiens agar mampu dipahami, diterima, dan terinspirasi oleh pesan yang disampaikan.
Fakhrul juga mengungkapkan bahwa “memiliki kemampuan 'public speaking' yang baik dapat meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan persuasif, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengasah keterampilan komunikasi, dan membangun reputasi profesional."
Ada beberapa momen yang menuntut kecakapan kita di bidang 'public speaking'. Misalnya, saat ceramah, presentasi, diskusi, keynote speech, seminar, bahkan berdebat. "Metode ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan audiens,” tutur Fakhrul.
Saya juga mendapatkan beberapa trik dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari audiens saat kita sedang presentasi. Misalnya, menghargai setiap audiens yang bertanya dengan mengucapkan terima kasih, menjawab pertanyaan dengan sopan, dan sesuai dengan materi, menunda jawaban setelah selesai presentasi, serta membuka kesempatan bertanya pada akhir sesi sehingga fokus terhadap materi yang kita sampaikan.
Hal ini sangat membantu menjaga ketenangan dan percaya diri seorang pemateri yang sedang melakukan presentasi.
Dalam kegiatan ini Fakhrul juga mengajak peserta mempraktikkan langsung kemampuan 'public speaking' mereka dengan memberikan tiga pilihan topik, yaitu Aceh Daerah Miskin, Mengapa? Sabang Kawasan Apa? Terakhir, Korupsi Makin Marak, Mengapa?
Beliau memberikan komentar dan penguatan terhadap penampilan setiap perwakilan kelompok. Dengan gaya yang santai dan mumpuni Fakhrul mampu memantik semangat para peserta untuk terus mengasah keterampilan 'public speaking' yang mereka miliki.
Alhamdulillah, sejauh yang saya amati, semua yang tampil performanya meyakinkan. Mulai dari tahap mengucap salam, mengawali orasi, penyampaan isi, hingga penutup. Semenua keren banget.
Nah, setelah mendapatkan pencerahan dari pemateri, menurut saya, keterampilan 'public speaking' ini memang perlu dipelajari oleh semua kalangan, karena ketika hendak menyampaikan informasi kita bisa lebih komunikatif, tepat sasaran, mudah dimengerti, dan dapat diterima oleh pendengar. Waktu yang digunakan untuk berbicara pun jadi efektif dan efisien.
Akhirnya, dengan kemampuan 'public speaking' yang baik masyarakat Sabang bakal mampu berkembang menjadi lebih baik. Ilmu pun akan lebih bernilai jika dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicara atau pendengar sehingga makna yang ingin kita utarakan menjadi tersampaikan dengan baik.
Oleh karena itu, mari kita perbaiki kemampuan 'public speaking' kita untuk mempropagandakan Sabang ke arah yang lebih baik. Yakni, Sabang yang bukan lagi Santai Banget, melainkan Saatnya Bangkit. Ayo masyarakat Sabang, saatnya kita bangkit!