Tumor otak yang ia derita membuat tubuhnya tak lagi mampu menerima makanan secara normal, sehingga asupan hanya bisa diberikan melalui selang.
Mabiet, yang menjadi tumpuan keluarga ini, hidup dalam keterbatasan. Meski begitu, ia tetap mengusahakan yang terbaik untuk merawat Musliadi, istri, dan anaknya.
“Kami sudah berusaha semampu kami. Tetapi bagaimana lagi, kebutuhan semakin banyak, sedangkan penghasilan kami tidak mencukupi,” kata Mabiet dengan mata berkaca-kaca.
Kisah Musliadi menjadi gambaran nyata betapa rapuhnya nasib masyarakat yang berada di garis kemiskinan.
Sementara pemerintah daerah berbicara soal program kesejahteraan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak yang luput dari perhatian.
Baca juga: Israel Langgar Gencatan Senjata, Bunuh Seorang Warga Palestina di Gaza Tengah
Melalui perannya sebagai sukarelawan, Tgk Adam mengajak masyarakat Aceh untuk ikut membantu keluarga Musliadi.
“Ini bukan hanya soal bantuan materi, tetapi tentang rasa kemanusiaan. Kita semua punya tanggung jawab untuk saling peduli,” ujar Adam.
Bagi siapa pun yang ingin membantu, Tgk Adam bersedia menjadi penghubung antara para donatur dan keluarga Musliadi.
Baginya, semangat perjuangan mendiang ayahnya sebagai kombatan GAM adalah warisan yang harus terus ia lanjutkan, kini bukan lewat senjata, tetapi melalui aksi nyata membantu sesama.
Karena di balik keterbatasan mereka, tersimpan harapan bahwa keadilan sosial bukan hanya impian, tetapi sesuatu yang bisa kita wujudkan bersama. (rel/*)