SERAMBINEWS.COM - Tak ada yang bisa menebak nasib hidup di masa depan.
Kehidupan yang dahulu nyaman dan senang, bisa saja berubah menjadi pahit dan menyedihkan.
Begitu yang dialami oleh seorang pria asal Surabaya Jawa Timur bernama Budi Santoso.
Pria berusia 51 tahun ini dulunya bekerja sebagai pegawai di salah satu perusahaan BUMN.
Namun nasibnya berubah, ia kini menjadi seorang tukang sapu jalan.
Sebelum bekerja membersihkan jalanan, Budi sempat mencoba berbagai profesi.
Tanpa ragu, ia mengorbankan berbagai sertifikasinya demi mengais rezeki untuk keluarga.
Hingga akhirnya, ia menjadi tukang sapu jalanan dan berhasil mengantarkan anaknya menjadi seorang perawat.
Bekerja 11 tahun di BUMN
Dilansir dari Kompas.com, Senin (27/1/2025), sebelum menjadi tukang sapu jalanan, Budi pernah bekerja sebagai pegawai BUMN sekitar 10 hingga 11 tahun.
Namun, saat itu Budi masih sangat muda dan dipenuhi oleh ambisi serta keegoisan.
Sering kali Budi memberontak dan tidak mau mengikuti aturan-aturan yang ada.
Alhasil, dia mengundurkan diri pada 2004 dan beralih profesi menjadi buruh untuk pembuatan suku cadang mesin-mesin pabrik.
Namun, nasib buruk kembali menghampiri Budi.
Baca juga: Kisah Pilu Musliadi, Penderita Tumor Otak di Aceh Utara yang Kini Hanya Bisa Terbaring Butuh Bantuan
Ketika tahun 2020, Indonesia dilanda pandemi Covid-19, penjualan pabrik tempat dia bekerja menurun drastis.
Karena tidak dapat bertahan, akhirnya pabrik tersebut tutup.
Ribuan pegawai di-PHK, termasuk salah satunya Budi.
"Saat itu bingung banget, anak harus lanjut kuliah, tetapi saya enggak ada kerjaan," kata Budi, Sabtu (25/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Meskipun kala itu putrinya juga bersekolah sambil bekerja, dia tetap merasa berkewajiban untuk membiayai sekolah.
"Namanya juga orangtua, enggak mungkin saya biarkan dia bayar kuliahnya sendiri," ucapnya.
Jadi tukang sapu jalanan hingga anak selesai kuliah
Setelah kurang lebih satu tahun menganggur, Budi mulai memperoleh setitik harapan.
Dia mendapatkan panggilan pekerjaan dari Dinas Lingkungan Hidup sebagai tukang sapu jalanan.
Demi mencukupi kebutuhan keluarganya, Budi menerima tawaran tersebut.
"Ya mau bagaimana lagi? Namanya juga harus mencukupi kebutuhan keluarga," tuturnya.
Berkat jerih payahnya, putri Budi pun dapat menyelesaikan kuliah di jurusan keperawatan.
Bahkan, sang anak pun kini telah bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya.
"Sebelumnya, dia sempat kerja di klinik dulu, kemudian diajak dokternya untuk bekerja di rumah sakit," katanya.
Baca juga: Kisah Mistis di Gunung Seulawah, Remaja Pidie Tiga Hari Tersesat tanpa Makanan
Jika ditanya soal pendapatan, Budi mengatakan merasa cukup.
Ia mengaku tetap mensyukuri berapa pun hasil yang didapatnya saat ini.
"Kalau mengikuti kebutuhan, ya namanya manusia pasti akan selalu merasa kurang. Yang penting bagaimana cara kita mengelola diri kita sendiri," tuturnya.
Kini, Budi telah menikmati buah manis hasil dari kegigihannya selama ini.
Meski masih menjadi tukang sapu jalanan, Budi sudah menuntaskan tanggung jawabnya.
Ia pun menikmati masa tuanya bersama cucu.
"Sekarang sudah hidup sendiri-sendiri. Saya kerja hanya sekadar kebutuhan sehari-hari, malah seringnya sekarang saya yang belikan mainan untuk cucu," tuturnya sembari tersenyum.
Kisah pria 33 tahun jualan mainan, berhasil kuliahkan dua anak
Kisah sukses orangtua yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga pendidikan tinggi juga dilakoni oleh Juhari.
Pria berusia 74 tahun asal Madiun ini sehari-hari bekerja sebagai penjual mainan dengan pendapatan kotor yang tak seberapa.
Ia berdagang di sekolah-sekolah yang ada di Kota Surabaya.
Usahanya selama 33 tahun sebagai penjual mainan pun memberikan hasil manis.
Berkat kegigihannya, dia mampu mengantarkan kedua anaknya menjadi sarjana dan menjadi seorang perawat.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (24/1/2025), Juhari mengatakan, mulanya dia tidak menyangka bahwa dengan pendapatan kotor Rp 500.000 per hari, dirinya mampu menguliahkan kedua anaknya.
Bahkan, salah satunya berhasil menjadi perawat di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya.
Baca juga: Keren! Konten Kreator Ini Sukses Wujudkan Rumah Impian Berkat Program YouTube Shopping Affiliates
"Saya mikirnya gini, apa pun yang terjadi pokoknya anakku harus bisa sekolah setinggi-tingginya. Saya hidup merantau ke Surabaya kerja sehari-hari, dapat rezeki, pasti nanti kembalinya juga untuk anak," kata Juhari yang ditemui saat tengah menjajakan dagangannya di salah satu SD swasta di Kota Surabaya, Kamis (23/1/2025).
Meski penghasilannya tidak besar, Juhari tidak memperbolehkan anak-anaknya untuk membantunya.
Hal itu dikarenakan dirinya ingin agar anaknya bisa fokus pada pendidikan mereka.
"Saya selalu tegaskan ke anak-anak, kalau kamu mau sekolah ya sekolah saja. Kalau mau langsung nikah, ya nikah saja," tuturnya.
Sebelum menjadi penjual mainan, berbagai macam pekerjaan sudah pernah dicoba.
Mulai dari buruh, kuli angkut, hingga tukang becak.
Akhirnya dia bertahan sebagai penjual mainan karena menurutnya memiliki risiko paling kecil.
"Mudahnya kalau ada mainan baru yang musiman biasanya laku banget, tapi kalau enggak ada barang musiman itu yang agak susah," ungkapnya.
Meskipun begitu, Juhari sempat terpaksa berhenti berjualan saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Akibat pandemi, penjualan Juhari menurun drastis.
Apalagi saat awal pandemi Covid-19 pergerakan masyarakat dibatasi dan siswa-siswa tak bisa belajar di sekolah masing-masing.
Hal ini langsung berdampak ke pendapatan Juhari tiap harinya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman.
"Waktu itu anak saya barusan lulus kuliah, sementara satunya masih SMP. Karena di kampung enggak punya mata pencaharian, jadi apa pun yang saya punya, saya jual," terangnya.
Baca juga: Rafael Pemuda 19 Tahun Ngaku Intel Polda Jatim, Sukses Tipu 10 Wanita dan Seorang Polisi
Usai pandemi mereda, Juhari kembali ke Surabaya dan kembali berjualan untuk menata kondisi ekonomi keluarganya dari awal.
"Sempat setelah pandemi, anak saya yang pertama minta untuk lanjut S2, tapi saya larang. Kalau kamu mau S2 enggak apa-apa, tapi pakai uang hasil kerjamu sendiri," katanya.
Hingga kini, Juhari masih tetap berjualan mainan.
Ia berkeliling dari sekolah ke sekolah untuk menawarkan mainannya.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI