SERAMBINEWS.COM - Juru bicara Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Abdel Latif al-Qanou, dikabarkan tewas dalam serangan udara Israel di Jabalia, Jalur Gaza utara pada Kamis (27/3/2025) dini hari.
Kematian Abdel Latif al-Qanou menjadikannya tokoh terkemuka terbaru Hamas yang tewas sejak Israel melanjutkan serangannya pada 18 Maret 2025 dan melanggar perjanjian gencatan senjata.
Tentara pendudukan Israel melakukan pembantaian baru di Jalur Gaza pada Kamis dini hari yang mengakibatkan puluhan orang tewas dan cedera.
Sumber medis Gaza mengatakan serangan yang sama melukai beberapa orang, sementara serangan terpisah menewaskan sedikitnya enam orang di Kota Gaza dan satu orang di Khan Yunis di Gaza selatan.
Awal pekan ini, Israel membunuh pemimpin terkemuka Hamas, Ismail Barhoum dan Salah al-Bardawil.
Baik Bardawil maupun Barhoum, adalah anggota biro politik Hamas yang beranggotakan 20 orang, 11 di antaranya menurut sumber Hamas telah tewas sejak serangan Israel di Jalur Gaza dimulai pada Oktober 2023.
Sebelumnya, pesawat tempur Israel melancarkan serangan ke lingkungan Shujaiya dan Zeitoun di Kota Gaza, serta Beit Lahia di Jalur Gaza utara selama 24 jam terakhir.
Sementara itu Hamas belum mengomentari pembunuhan Abdel Latif al-Qanou, seperti diberitakan Al Jazeera.
Baca juga: VIDEO Hamas Peringatkan Israel Akan Bawa Pulang Peti Mati Jika Pakai Cara Brutal
Abdul Latif Al-Qanou
Abdul Latif Al-Qanou bergabung dengan Hamas pada awal 2000.
Ia terlibat dengan Blok Islam di sekolah dan menjadi anggota Blok Islam di Universitas Islam.
Abdul Latif Al-Qanou kemudian terpilih menjadi anggota dewan siswa, dan kemudian menjadi ketuanya.
Pada 2006, Abdul Latif Al-Qanou terpilih sebagai ketua Blok Islam di universitas tersebut.
Setelah lulus dari Universitas Islam, Abdul Latif Al-Qanou bekerja di kantor media Hamas di Jalur Gaza utara.
Ia menjadi direktur media gerakan tersebut di kantornya di Gaza utara pada 2007, kemudian menjadi juru bicara media di provinsi utara di tahun yang sama, dan menjadi juru bicara media untuk Hamas sejak 2016, dikutip dari iNews.
Gencatan Senjata Berakhir, Serangan Berlanjut
Awal pekan ini, serangan udara Israel juga menewaskan Ismail Barhoum, anggota kantor politik Hamas, serta Salah al-Bardaweel, salah satu pemimpin senior Hamas.
Menurut laporan dari sumber Hamas, Barhoum dan Bardaweel merupakan bagian dari badan pembuat keputusan Hamas yang beranggotakan 20 orang.
Sejak perang dimulai pada akhir 2023, sebelas anggota badan ini telah tewas akibat serangan Israel.
Minggu lalu, Israel mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung selama dua bulan dengan kembali melancarkan serangan udara dan operasi darat.
Hal ini meningkatkan tekanan terhadap Hamas untuk membebaskan sandera yang masih ditahan.
Sejak 18 Maret 2025, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 830 orang.
Menurut laporan Al Jazeera, lebih dari setengah korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Israel dan Hamas saling menuduh telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak Januari.
Gencatan senjata tersebut sebelumnya memberikan jeda bagi 2,3 juta penduduk Gaza, yang telah mengalami kehancuran akibat aksi militer Israel.
Baca juga: Israel hanya Ingin Perang Habisi Hamas dan Usir Penduduk Gaza, Tolak Semua Proposal Gencatan Senjata
Pernyataan Netanyahu
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan diperintahkan karena Hamas menolak perpanjangan gencatan senjata.
Pada Rabu (26/3), Netanyahu kembali memperingatkan bahwa Israel akan merebut lebih banyak wilayah di Gaza jika Hamas tidak membebaskan para sandera yang masih ditahan sejak serangan 7 Oktober 2023.
Baca juga: Jubir Hamas Abdel Latif al-Qanou Tewas dalam Serangan Udara Israel di Jalur Gaza Utara
Hamas sendiri masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik dalam serangan tersebut.
Kelompok itu menuduh Israel menghambat negosiasi pembebasan sandera dan merusak upaya mediator dalam mencari solusi permanen untuk mengakhiri pertempuran.
Sementara itu, rumah sakit di Gaza dilaporkan kewalahan menghadapi lonjakan korban akibat serangan Israel.
Blokade total yang diberlakukan Israel selama lebih dari tiga minggu telah memperburuk krisis kemanusiaan dengan minimnya pasokan medis dan bantuan untuk warga sipil di wilayah tersebut.
Baca juga: Lantik Anggota Baitul Mal, Ini Sejumlah Pesan Wali Kota Lhokseumawe
Baca juga: VIDEO - Pangdam IM Luncurkan Konversi Motor Listrik, Motor Rusak Jadi Siap Pakai & Ramah Lingkungan
Baca juga: CSR Hak Masyarakat, Bukan Hak Perusahaan