Kupi Beungoh

CSR Hak Masyarakat, Bukan Hak Perusahaan

Sederhananya, perusahaan yang beroperasi di Aceh Barat diwajibkan menyisihkan 1 persen dari nilai total produksi yang mereka jual sepanjang tahun.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Mustafaruddin, Anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) 

*) Oleh: Mustafaruddin

ACEH BARAT punya Rp55 Miliar. Uang ini bukan dari APBD, bukan dari dana hibah, juga bukan dari hasil undian berhadiah. Ini uang yang seharusnya kembali ke masyarakat.

Uang yang diambil dari hasil bumi, dari tanah yang digali, dari sumber daya yang dieksploitasi.

Namanya Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau yang lebih sering kita dengar: Corporate Social Responsibility (CSR).

Sederhananya, perusahaan yang beroperasi di Aceh Barat diwajibkan menyisihkan 1 persen dari nilai total produksi yang mereka jual sepanjang tahun.

Tujuannya jelas: untuk kepentingan masyarakat. Bukan untuk program asal-asalan, bukan untuk kepentingan segelintir orang, dan tentu bukan untuk kepentingan perusahaan itu sendiri.

Tapi, apakah uang Rp55 miliar itu benar-benar sampai ke tangan masyarakat?

Ke mana Uang Itu Pergi?

Kita bisa mulai dari angka-angka. Total dana TJSLP di Aceh Barat tahun 2024: Rp55 miliar dari 11 perusahaan. Siapa penyumbang terbesar? PT Mifa Bersaudara: Rp52,5 miliar. Hampir seluruh dana TJSLP berasal dari perusahaan tambang batu bara ini.

Tapi anehnya, realisasi dana TJSLP dari PT Mifa hanya Rp27 miliar. Itu berarti hanya 47,3 persen yang benar-benar tersalurkan. Sisanya? Entah ke mana.

Lalu pertanyaan berikutnya: yang Rp27 miliar itu benar-benar bermanfaat atau tidak? Sudahkah mengentaskan kemiskinan? Mengurangi pengangguran? Menyelesaikan masalah kesehatan? Meningkatkan pendidikan?

Di sinilah letak masalahnya. Bupati berhak melakukan pengawasan terhadap dana TJSLP, memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat.

Tapi ketika pengawasan ini mulai dilakukan, yang terjadi justru perlawanan. Semua perusahaan welcome diaudit, kecuali satu: PT Mifa.

Mereka menolak evaluasi. Tidak mau membuka data. Bahkan ketika direksi diundang untuk duduk bersama, tidak ada yang datang.

Kenapa?

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved