Langkah ini mendapat dukungan luas dari negara-negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan dunia Arab. Lebih dari 80 negara mengakui Palestina dalam waktu singkat setelah deklarasi itu.
Pada 13 September 1993, harapan perdamaian sempat menguat ketika Palestina dan Israel menandatangani Perjanjian Oslo, yang seharusnya membuka jalan bagi berdirinya negara Palestina yang merdeka di samping Israel.
Namun, perjanjian itu tak pernah sepenuhnya dilaksanakan.
Dalam beberapa dekade berikutnya, semakin banyak negara bergabung memberikan pengakuan.
Pada tahun 2012, PBB mengubah status Palestina menjadi "negara pengamat non-anggota" dengan suara mayoritas 138 negara setuju.
Dan pada tahun 2014, Swedia menjadi negara pertama di Eropa Barat yang secara resmi mengakui Palestina.
Eropa Mulai Bergerak, G7 Masih Diam
Gelombang terbaru pengakuan datang dari negara-negara Eropa, terutama setelah serangan besar-besaran Israel di Gaza.
Dilansir dari kantor berita Aljazeera (10/4/2025), pada 22 Mei 2024, Norwegia, Irlandia, dan Spanyol mengumumkan secara bersamaan bahwa mereka mengakui Palestina berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Sebagai balasan, Israel menarik duta besarnya dari ketiga negara tersebut dan menyatakan akan memperluas pemukiman ilegal di Tepi Barat sebagai tindakan balasan.
Selanjutnya, Slovenia ikut bergabung pada 4 Juni 2024. Beberapa negara Eropa lainnya seperti Malta dan Belgia disebut-sebut tengah mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melakukan hal serupa.
Namun, hingga saat ini, tidak satu pun dari negara G7 – yaitu Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat yang secara resmi mengakui Palestina.
Langkah Macron, jika benar-benar terwujud, akan menjadi terobosan besar pertama di antara kelompok negara-negara ekonomi terbesar dunia.
Baca juga: AS-Israel Sepakat Serang Iran Jika Perundingan Nuklir tidak Berhasil
(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)