Salah satu tantangan besar yang perlu segera diatasi adalah masih rendahnya tingkat literasi ekonomi kreatif, bahkan di kalangan pelaku itu sendiri.
Banyak pelaku usaha di Aceh yang sebenarnya sudah terlibat dalam industri kreatif-- kuliner, kriya, fesyen, hingga konten digital--namun belum memahami dengan baik ekosistem ekonomi kreatif.
Mulai dari manajemen bisnis, perlindungan hak kekayaan intelektual, pemasaran berbasis digital, hingga pengembangan brand produk. Akibatnya, produk yang berkualitas sering kali tidak mampu bersaing secara berkelanjutan di pasar yang lebih luas.
Inilah mengapa, penguatan literasi ekonomi kreatif harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan dinas nantinya. Literasi yang kuat akan melahirkan pelaku industri yang bukan hanya kreatif, tetapi juga cerdas dalam membaca pasar, mengelola bisnis, serta menjaga orisinalitas karya.
Jika ekosistem ini bisa dibangun dengan serius, Aceh tidak hanya menjadi penonton, tetapi akan tampil sebagai pemain utama dalam peta industri kreatif nasional bahkan global.
Dalam kaitan itu, Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (Gekrafs) telah mendorong lahirnya institusi ekonomi kreatif di Aceh, karena Aceh memiliki potensi yang sangat besar di sektor ini.
Tidak hanya itu, Gekrafs juga merupakan organisasi yang menginisiasi dan mendorong penetapan Hari Ekonomi Kreatif Nasional (Hekrafnas), yang kini diperingati setiap 24 Oktober.
Hekrafnas menjadi momentum penting untuk memperkuat kesadaran bersama, bahwa ekonomi kreatif bukan sekadar pelengkap ekonomi daerah, melainkan telah menjadi salah satu sumber penghasilan penting bagi negara, sekaligus penggerak ekonomi masa depan republik tercinta ini.
Bangga produk lokal
Di tengah maraknya produk luar yang membanjiri pasar, sudah saatnya kita berani dan bangga mengenakan, mengonsumsi, dan mempromosikan produk-produk hasil kreasi anak Aceh sendiri. Produk yang lahir dari tangan-tangan kreatif masyarakat Aceh bukan hanya menawarkan kualitas, tetapi juga mengusung nilai identitas, sejarah, dan kebanggaan daerah.
Kelak, kita akan sangat berbangga hati melihat jenama-jenama atau brand lokal Aceh, mulai dari fesyen muslim yang kuat dengan sentuhan desain identitas keacehan, kuliner khas yang dikemas modern, hingga produk kriya dan kerajinan lainnya, terpajang di etalase-etalase gerai ritel nasional.
Lebih dari itu, akan menjadi momen membanggakan ketika kita menyaksikan produk kreatif buatan anak Aceh bersaing di pasar global, membawa nama Aceh harum di tingkat dunia.
Sinergi antara pemerintah, legislatif, akademisi, komunitas, dan pelaku industri akan menjadi fondasi kokoh bagi pertumbuhan ekonomi kreatif di Aceh.
Dukungan dari DPRA dalam penguatan regulasi, serta peran perguruan tinggi seperti USK dalam pengembangan SDM dan riset, akan mempercepat lahirnya ekosistem kreatif yang sehat, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi perekonomian Aceh.
Rencana pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di Aceh adalah sebuah langkah maju yang patut kita dukung bersama. Kehadiran dinas ini bukan hanya tentang menata administrasi, melainkan tentang menciptakan ruang bagi inovasi, kolaborasi, dan kebanggaan akan karya lokal.
Ekonomi kreatif adalah tentang masa depan. Dan masa depan Aceh sudah dimulai hari ini, lewat kebijakan yang tepat, dukungan yang nyata, dan kebanggaan terhadap produk buatan anak Aceh.