Ia juga mendorong agar Pemerintah Aceh melalui Kemenag agar tidak menutup mata terhadap persoalan ini.
“Jangan biarkan ada sekolah negeri yang mempraktikkan diskriminasi ekonomi,” tukasnya.
“Jika perlu, kepala sekolahnya dimutasi dan diberikan pelatihan ulang soal etika pelayanan publik dan prinsip pendidikan inklusif,” tutup Dr Bukhari.
Kasus ini menjadi cermin bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam mewujudkan pendidikan yang benar-benar merata dan berkeadilan di Indonesia, khususnya di Aceh.
Di tengah gencarnya pembangunan fisik dan digitalisasi pendidikan, jangan sampai anak petani terus menjadi korban sistem yang abai terhadap mereka.(*)