Abdul Rahman yang akrab disapa Ali angkat bicara soal isu pencemaran lingkungan yang diduga menyebabkan matinya sejumlah ikan di Sungai Belintang karena menjadi isu paling mengemuka di Kota Sada Kata itu.
Laporan Khalidin Umar Barat I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Teka teki penyebab matinya ikan secara massal di Sungai Lae Batu-batu, Kota Subulussalam hingga kini belum terpecahkan.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam, Abdul Rahman Ali, SHut dalam keterangannya kepada Serambinews.com Jumat (30/5/2025) menegaskan bahwa berdasarkan hasil analisis kualitas air, tidak ditemukan indikasi pencemaran.
Abdul Rahman yang akrab disapa Ali angkat bicara soal isu pencemaran lingkungan yang diduga menyebabkan matinya sejumlah ikan di Sungai Belintang karena menjadi isu paling mengemuka di Kota Sada Kata itu.
Menurut Ali, setelah dilakukan analisis air secara menyeluruh, hasilnya menunjukkan bahwa kualitas air sungai masih dalam kondisi baik dan tidak tercemar.
Ali juga menampik tudingan bahwa peristiwa matinya ikan tersebut berkaitan dengan aktivitas Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) milik PT Mandiri Sawit Bersama (MSB).
Menurutnya, lokasi PMKS tersebut berjarak cukup jauh dari titik kejadian hingga mencapai 24 kilometer.
Baca juga: Artis Gagal Berhaji Imbas Visa Haji Furoda Tak Terbit, Komnas Haji: Bukan Tanggung Jawab Pemerintah
Dia menjelaskan jarak antara lokasi pabrik dan titik ditemukannya ikan mati mencapai 24 kilometer.
“Kebenaran harus disampaikan bahwa jarak antara PKS PT MSB dengan lokasi ditemukannya ikan mati di Sungai Belintang mencapai 24 kilometer. Jadi tidak ada korelasi antara keduanya,” tegasnya.
DLHK Subulussalam mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi tanpa dasar ilmiah dan memercayakan penanganan kasus ini kepada pihak berwenang.
Meski demikian, saat ditanya mengenai penyebab pasti dari kematian ikan jika bukan karena pencemaran, Abdul Rahman belum memberikan penjelasan lebih lanjut.
Penyebab pasti masih menjadi tanda tanya hingga saat ini.
Tidak tercemar
Baca juga: Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah hingga Puasa Arafah, Amalan Baik Dilakukan Jelang Idul Adha 2025
Sebelumnya diberitakan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam menyimpulkan jika air sungai Lae Batu-Batu masih baik atau tidak tercemar.
Kesimpulan itu tertuang dalam Telaah Staf yang dikeluarkan DLHK Kota Subulussalam, Rabu (28/5/2025) menyikapi hasil uji aboratorium terhadap sampel air sungai Lae Batu-Batu (daerah Belintang), Lae Sarkea, Lae Raso (Singgersing), Hilir Lae Rikit Dusun Rikit), Median Lae Rikit, dan Hulu Lae Rikit.
Telaah staf tersebut bernomor :66/ 80 /DLHK/2025 tentang Analisis Data dari Hasil Uji Laboratorium Balai Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJT) Banda Aceh terhadap sampel yang diambil pada tanggal 7 Mei 2025 meliputi Hulu Lae Rikit, Lae Sarkea, Hilir Lae Rikit, Median lae Rikit, Lae Raso Singgersing), Sungai Baltu-Batu (Belintang) Dugan Pencemaran PMKS PT Mandiri Sawit Bersama.
Dijelaskan berdasarkan hasil analisa kualitas air sungai Lae Batu-Batu (Belintang), Lae Sarkea, Lae Raso Singgersing), Hilir Lae Rikit, Median Lae Rikit, dan Hilir Lae Rikit dengan baku mutu air sungai kelas 3 dan 4 sesuai PP RI Nomor 22 tahun 2021.
Maka semua parameter yang diuji masih berada di bawah baku mutu air sungai kelas 3, sehingga kualitas air sungai tersebut masih baik atau tidak tercemar.
Parameter kualitas air yang dipengaruhi oleh air limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit berdasarkan PermenLHK Nomor 5 tahun 2014 adalah pH, TSS, BODS, COD, minyak dan lemak, serta N-Total.
Baca juga: Kemenag Kembali Terapkan Murur dan Tanazul di Haji 2025, Ini Hukumnya
Sehingga untuk mengatakan suatu air sungai telah tercemar oleh sebuah pabrik minyak kelapa sawit dapat dilihat dari kadar parameter tersebut apakah melebihi baku mutu atau tidak.
Sementara dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan yakni kadar parameter pli, TSS, BOD5, COD, minyak dan lemak, serta N-Total pada lokasi Hilir.
Air Sungai Lae Rikit dari titik rencana pembuangan air limbah PMKS PT. Mandiri Sawit Bersama (MSB) masih berada di bawah baku mutu air sungai.
Kemudian kadar parameter pH, TSS, BODS, COD, minyak dan lemak, serta N-Total pada lokasi Hilir' Air Sungai Lae Raso (Singgersing) juga masih di bawah baku mutu air.
Dikatakan pula sesuai telah hasil uji kualitas air sungai yang dilakukan, kematian ikan yang terjadi pada tanggal 07 Mei 2025 di Lae Batu-Batu (Daerah Belintang), tidak terdapat korelasinya dengan air limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS), sesuai dengan P 22 Tahun 2021 dan PermenLHK Nomor 5 tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.
"Kematian ikan pada tanggal 07 Mei 2025 di Lae Batu-Batu (Daerah Belintang) belum dapat kami kami berikan keterangan, karena Lab Teknik Kimia Unsyiah yang telah menerima sampel ikan pada tanggal 8 dan 10 Mei 2025 untuk melakukan uji residu pestisida, pada hari ini tanggal 28 Mei 2025 telah mengeluarkan surat tidak bisa melakukan uji karena tidak ada bahan preparasi contoh uji," tulis DLHK dalam surat telaahnya.
Baca juga: Dikira Babi Hutan, Seorang Pria Tewas Ditembak Temannya Sendiri Saat Berburu
Namun demikian DLHk mengaku sedang melakukan koordinasi dengan lab forensik POLDA Sumatera Utara yang memiliki Alat analisanya sama dengan Lab Teknik Kimia Unsyiah, apakah dengan kondisi sampel yang sudah lama tersimpan di Lab Kimia Unsyiah masih bisa dianalisa atau tidak di Lab Forensik Polda Sumatera Utara.
Dijelaskan Lab Forensik Polda Sumatera Utara baru bisa memberi jawaban bisa atau tidaknya, pada hari Senin tanggal 2 Juni 2025.
Apabila Lab Forensik Polda Sumatera Utara menyanggupinya, maka DLHK berjanji akan memindahkan sampel ikan tersebut ke Lab Forensik Polda Sumatera Utara.
Masih menurut DLHK Subulussalam pembacaan data Sertifikat Hasil Uji Kualitas Air dilakukan oleh tim DLHK Kota Subulussalam sesuai dengan`keilmuan yang dimiliki.
"APabila terdapat kekeliruan sesuai dengan keputusan ahli menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku, maka akan diperbaiki sebagaimana mestinya," terang Abdul Rahman Ali, S.Hut, Kepala DLHK Subulussalam dalam telaahnya.
Sebelumnya juga disebutkan Kota Subulussalam belum memiliki Qanun Tentang Penentuan Kelas Sungai dan Daya Dukung Daya Mutu Air Nasional.
Lantaran itu peraturan baku mutu yang digunakan sesuai Baku Tampung Lingkungan Hidup Pemerintah PP) Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka untuk melihat kualitas air sungai digunakan Baku Mutu Air Sungai Kelas 3 atau maksimal kelas 4, pengguanaan kelas tersebut karena kegiatan yang ada disekitar air sungai tersebut terdapat perkebunan, pertanian, industri, peternakan dan pemukiman.
Sebagaimana diberitakan keanehan muncul dalam penanganan masalah ikan mati secara massal di Sungai Lae Batu-Batu Kota Subulussalam yang diduga akibat pencemaran limbah pabrik kelapa sawit.
Bahkan dilaporkan pengiriman sampel ikan dan air Sungai Batu-Batu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Subulussalam ke laboratorium diduga tidak sesuai dengan mekanisme resmi, bahkan tanpa pendampingan atau surat pengantar yang sah sebagaimana informasi yang terima Serambinews.com, Senin (19/5/2025).
Dugaan menyalahi prosedur dalam proses pengiriman sampel air dan ikan mati dari Sungai Lae Batu-batu ini pun memicu pertanyaan publik.
Sampel ikan mati dan air Sungai Batu-Batu ternyata dikirim lewat travel pengangkutan umum layaknya paket barang biasa.
Sampel ikan dan air yang notabene sebagai bukti hukum diduga dikirim tanpa didampingi dan dilengkapi dokumen surat pengantar.
Bahkan saat ditanyai surat tanda terima sampel air dan ikan dari Labpratorium Kimia Universitas Syiah Kuala (USK) pihak DLHK tidak bisa menunjukan.
Ironisnya lagi, hasil investigasi wartawan mengungkapkan bahwa seorang narasumber ternyata sampel terkait tidak ditemukan adanya pencatatan resmi dalam sistem register di Laboratorium USK.
Sumber Serambinews.com yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku sudah melakukan verifikasi langsung ke dua laboratorium Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh — yang sebelumnya disebut-sebut sebagai tujuan pengiriman sampel.
Berdasarkan keterangan petugas laboratorium, tidak ada sampel yang diterima, termasuk tidak ditemukan adanya pencatatan resmi dalam sistem register.
“Barusan saya sudah kroscek langsung ke laboratorium Unsyiah (USK), dan berdasarkan informasi dari petugas lab dilaporkan tidak ada sampel terkait masuk, dan tidak ada register resmi,” terang sumber tersebut.
Narasumber juga menyebut bahwa ia telah menelusuri keberadaan sampel ke Laboratorium Fakultas MIPA dan Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik USK, namun keduanya menyatakan tidak pernah menerima kiriman dari DLHK Subulussalam.
Hal ini pun memicu tanda tanya dan kecurigaan publik. Usut punya usut hal yang mencurigakan, pengiriman sampel ternyata dilakukan hanya melalui jasa mobil travel, tanpa ada petugas resmi yang mendampingi atau surat pengantar yang menyertai.
Dalam foto paket yang diterima redaksi, terlihat sebuah tulisan sederhana bertuliskan “Kepada Pak Edy di Lab Kimia Unsyiah” lengkap dengan nomor handphone dan catatan “Ambil di loket”. (*)