Korupsi Proyek Jalur Kereta Api Aceh, Mantan Dirjen Divonis 7,5 Tahun

Editor: Yocerizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KORUPSI JALUR KERETA API - Bekas Dirjen Perkeretaapian, Prasetyo Boeditjahjono divonis 7,5 tahun penjara karena dinilai terbukti korupsi proyek jalur Besitang-Langsa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/7/2025).

SERAMBINEWS.COM - Proyek jalur kereta api Aceh-Medan dikorupsi, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,157 triliun.

Tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan periode 2016-2017, Prasetyo Boeditjahjono.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/7/2025), memvonis Prasetyo dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara.

Ia terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2015-2023. 

Prasetyo juga diminta membayar uang pengganti senilai Rp 2,6 miliar.

“Menyatakan terdakwa Prasetyo Boeditjahjono telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider,” kata Hakim Ketua Syofia Marlianti Tambunan saat pembacaan vonis.

Menurut majelis hakim, Prasetyo melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Baca juga: 39 Media di Aceh Terverifikasi Faktual Dewan Pers, 14 di Antaranya Anggota JMSI

Baca juga: Anggota DPRA Mawardi Basyah Dituntut 1 Tahun Penjara, Terdakwa Kasus Kekerasan terhadap Murid SD

Majelis hakim menjatuhkan hukum pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan denda sejumlah Rp 500 juta kepada Prasetyo. 

Apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 2,6 miliar,” ucap Hakim Syofia. 

Dalam uraian majelis hakim, Prasetyo disebut melakukan perbuatan korupsi bersama sejumlah pihak, yakni Nur Setiawan Sidik selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Februari 2016-Juli 2017.

Dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2019 Akhmad Afif Setiawan. 

Ada pula Pejabat Pembuat Komitmen Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode Agustus 2019-Desember 2020, Halim Hartono.

Dan Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana.

Selain itu, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara (2017-2028) Amanna Gappa, Freddy Gondowardojo selaku Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, serta Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna Arista Gunawan. 

Para pihak tersebut telah menjadi terpidana dengan vonis antara 4 tahun hingga 7 tahun penjara. 

Baca juga: Al-Farlaky Kenang Sosok Ibunda, Guru Terbaik Sepanjang Karirnya

Baca juga: Gubernur Aceh Muzakir Manaf Terima Anugerah Pimred Award 2025

Menurut majelis hakim, proyek pembangunan jalur KA Sigli-Bireuen dan Kutablang-Lhokseumawe-Langsa-Besitang (paket DED-10) dilaksanakan tanpa prastudi kelayakan dan studi kelayakan. 

Proyek itu juga belum ada penetapan trase dari Kementerian Perhubungan.

Prasetyo Boeditjahjono, yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, memerintahkan Nur Setiawan Sidik untuk mengusulkan proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa yang akan dibiayai melalui penerbitan SBSN-PBS TA 2017 ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Padahal, dalam pengusulan proyek itu masih terdapat persyaratan yang belum terpenuhi.

Nur Setiawan Sidik juga memecah kegiatan menjadi 11 paket pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa dengan nilai di bawah Rp 100 miliar. 

Hal ini bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks. Ia juga memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi. 

Tak hanya itu, Prasetyo juga mengatur pemenang lelang pekerjaan konstruksi dengan memasukkan persyaratan dukungan dari perusahaan pemilik Multi Tamping Tier yang hanya bisa dipenuhi oleh PT Mitra Kerja Prasarana milik Freddy. 

Negara Rugi Rp 1,157 Triliun

Perbuatan Prasetyo itu menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak berfungsi sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,157 triliun. 

Kerugian negara tersebut berdasarkan laporan hasil audit penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Baca juga: Bea Cukai Langsa dan Satpol PP Aceh Timur Turun ke Lapangan Tekan Peredaran Rokok Ilegal

Baca juga: VIDEO VIRAL Indonesia Terancam Diblacklist 2026,Guru Asal Jepang Ingatkan Murid WNI Berkelakuan Baik

Menurut majelis hakim, akibat dari pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa paket BSL-1 hingga BSL 12 yang menggunakan jalur yang tersedia sekarang, lalu belum adanya hasil detail engineering design (DED), serta tidak dilakukan kegiatan penyelidikan tanah, telah menimbulkan amblesan pada jalur-jalur tersebut.

Atas perbuatan yang telah dilakukan secara bersama-sama itu, Prasetyo Boeditjahjono disebut telah menerima uang sebesar Rp 2,6 miliar.

Selanjutnya Nur Setiawan Sidik menerima uang mencapai Rp 1,5 miliar, Amanna Gappa menerima uang Rp 3,29 miliar, Freddy Gondowardojo menerima uang Rp 64,2 miliar, serta Arista Gunawan didakwa menerima uang Rp 12,3 miliar.

Lalu, Akhmad Afif Setiawan telah menerima uang Rp 9,54 miliar, Rieki Meidi Yuwana menerima uang Rp 785 juta dan Halim Hartono menerima uang Rp 28,1 miliar. 

Selain itu, perusahaan-perusahaan dan para pihak terkait lainnya juga disebut menerima uang mencapai Rp 1,03 triliun.

Dalam pertimbangan majelis hakim, hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa Prasetyo telah bertentangan dengan upaya Pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. 

Perbuatannya juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dalam hal ini Balai Teknik Perkerataapian (BTP) Sumatera Utara dan Direktorat Jenderal Perkerataapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan. 

Adapun hal meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan berusia lanjut.

Atas vonis majelis hakim tersebut, jaksa penuntut umum dan terdakwa Prasetyo Boeditjahjono bersama kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir. 

Jaksa maupun terdakwa memiliki waktu tujuh hari untuk menyatakan menerima ataupun mengajukan banding atas vonis majelis hakim tersebut.(*)

Baca juga: Ini Daftar Nama Para Pejabat Pemkab Bireuen yang Sudah Mengikuti Job Fit, Sebagian Akan Dirotasi

Baca juga: Persiraja Siap Tempur, Kenalkan 2 Pemain Asing Baru, Asal Inggris dan Skotlandia

Berita Terkini