Berita Luar Negeri

Duta Besar Gadungan Tipu Puluhan Perusahaan Dunia, Pelaku Ngaku dari Negara Ini: Punya Kantor Dubes

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pria asal India berhasil menipu puluhan individu dan perusahaan dengan berpura-pura menjadi duta besar dari negara kecil fiktif. Pelaku bernama Harshvardhan Jain (47), mendirikan sebuah kantor kedutaan palsu di bungalow mewah kawasan elit Kavi Nagar, Ghaziabad, Uttar Pradesh, India.

Duta Besar Gadungan Tipu Puluhan Perusahaan Dunia, Pelaku Ngaku dari Negara Ini: Punya Kantor Dubes

SERAMBINEWS.COM - Seorang pria asal India berhasil menipu puluhan individu dan perusahaan dengan berpura-pura menjadi duta besar dari negara kecil fiktif.

Pelaku bernama Harshvardhan Jain (47), mendirikan sebuah kantor kedutaan palsu di bungalow mewah kawasan elit Kavi Nagar, Ghaziabad, Uttar Pradesh, India.

Ia tampil layaknya sebagai diplomat, sebagai perwakilan dari negara kecil seperti Ladonia, Westarctica, Seborga, dan Poulvia.

Jain ditangkap oleh Satuan Tugas Khusus (STF) Kepolisian Uttar Pradesh pada Selasa (22/7/2025), setelah aparat menggerebek lokasi kedutaan palsu yang ia kelola. 

Dalam penggerebekan itu, polisi menyita empat mobil dengan pelat diplomatik palsu, paspor palsu dari 12 negara mikro, perangko palsu dari 34 negara, uang tunai sebesar 4,4 juta rupee (sekitar Rp850 juta), dan koleksi jam tangan mewah.

Kantor kedutaan besar palsu tersebut diyakini telah beroperasi selama 9 tahun, sejak 2016, yang telah melakukan perjalanan ke 30 negara asing hampir 200 kali.

Baca juga: Kematian Juliana di Gunung Rinjani Lombok, Dubes Brasil Tertipu Informasi Palsu: Saya Minta Maaf

Mobil-mobil mewah berpelat nomor diplomatik palsu di depan kedutaan ilegal di Kavinagar, Ghaziabad, Uttar Pradesh. (The Indian Expres/ANI)

Satuan Tugas Khusus (STF) Kepolisian Uttar Pradesh menemukan sedikitnya 25 perusahaan cangkang yang terdaftar atas namanya di sejumlah negara, laporan The Indian Express.

Menurut penyidik, perusahaan-perusahaan tersebut diduga digunakan sebagai kedok untuk melakukan praktik ilegal seperti pencucian uang, penggelapan pajak, dan penipuan lintas negara. 

Perwira polisi senior, Sushil Ghule dari Satuan Tugas Khusus (STF) negara bagian Uttar Pradesh mengatakan, Jain dicurigai melakukan pencucian uang melalui perusahaan cangkang di negara-negara seperti Inggris, Mauritius, Dubai, dan beberapa negara Afrika.

Beberapa nama perusahaan yang tercatat antara lain State Trading Corporation Ltd dan East India Company UK Ltd di Inggris, General Trading Co LLC di Dubai Uni Emirat Arab, Indira Overseas Ltd di Mauritius, serta Cameron Ispat Sarl di Kamerun, Afrika.

STF juga mengungkap bahwa Jain sempat hampir bertemu dengan pengusaha kontroversial kelahiran India, Ahsan Ali Syed, selama tinggal di Inggris. 

Syed dikenal karena keterlibatannya dalam skema penipuan pinjaman jutaan dolar antara tahun 2010 dan 2011. 

Ia ditangkap di London pada 22 November 2022 dan kemudian diekstradisi ke Swiss, di mana ia divonis enam setengah tahun penjara atas tuduhan penipuan dan penggelapan.

Jain dan Syed disebut-sebut telah mendaftarkan beberapa perusahaan bersama di luar negeri, meskipun keterlibatan langsung mereka dalam operasi penipuan masih dalam tahap penyelidikan. 

Aparat mengeluarkan blue corner notice terhadap Jain guna melacak aktivitas internasionalnya serta kemungkinan adanya kolaborator asing.

Kantor Didesain Layaknya Keduataan

Untuk memperkuat tipu dayanya, Jain mengibarkan bendera negara mikro di luar rumah sewaannya dan memarkir mobil-mobil mewah untuk meyakinkan calon korban bahwa kedutaan tersebut sah. 

Ia menjanjikan pekerjaan dan peluang bisnis internasional kepada para korban dengan imbalan biaya besar.

Hingga kini belum diketahui sudah berapa lama kedutaan palsu itu beroperasi. 

Mobil-mobil mewah berpelat nomor diplomatik palsu di depan kedutaan ilegal di Kavinagar, Ghaziabad, Uttar Pradesh. (The Indian Expres/ANI)

Polisi masih terus mendalami jumlah korban dan potensi jaringan internasional yang terlibat dalam penipuan berskala global ini.

Fenomena kedutaan palsu seperti ini bukanlah yang pertama. 

Sebelumnya, kasus serupa pernah terjadi di Ghana, di mana sebuah kedutaan Amerika Serikat palsu beroperasi selama satu dekade sebelum dibongkar.

Kasus Serupa Pernah Terjadi

Pada 2016, otoritas Ghana, bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, telah menutup sebuah kedutaan besar Amerika Serikat palsu yang beroperasi di ibu kota Accra selama lebih dari satu dekade. 

Kedutaan palsu tersebut diketahui telah mengeluarkan visa dan dokumen identitas ilegal harga hingga 6.000 dolar AS per orang.

Dalam pernyataannya, Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan bahwa operasi ilegal ini dijalankan oleh jaringan kejahatan terorganisir asal Ghana dan Turki, termasuk seorang pengacara lokal spesialis hukum imigrasi dan pidana.

Gedung kedutaan palsu tersebut hanya berupa bangunan dua lantai berwarna merah muda dengan atap seng, sangat berbeda dari kedutaan AS yang asli yang terletak di kawasan elit dengan pengamanan ketat dan penjagaan militer.

Meski tidak ada staf Amerika asli, para pelaku menggunakan warga Ghana dan Turki yang mahir berbahasa Inggris untuk mengelabui para korban. 

Mereka juga menampilkan bendera AS dan potret Presiden Barack Obama kala itu untuk menambah kesan autentik.

Menurut keterangan pihak berwenang, kedutaan palsu ini beroperasi tiga hari seminggu dan tidak menerima kunjungan langsung. 

Para korban direkrut melalui selebaran dan papan reklame di Ghana, Togo, dan Pantai Gading, kemudian diangkut ke Accra dan ditampung di hotel-hotel sebelum “dilayani” di kedutaan palsu. 

Di sana, mereka ditawari visa AS dan dokumen lain dengan harga tinggi.

Penggerebekan terhadap kedutaan palsu dilakukan saat otoritas AS dan Ghana tengah menjalankan investigasi lain. 

Dalam operasi itu, ditemukan 150 paspor dari 10 negara berbeda serta visa palsu dan asli dari Amerika Serikat, India, dan Afrika Selatan. 

Para pelaku juga menggunakan mesin jahit industri untuk merekayasa ulang penjilidan paspor.

Namun, upaya penindakan sempat terhambat ketika seorang pengacara menghalangi penggerebekan terhadap lokasi penyimpanan mesin tersebut, dengan alasan lokasi itu sedang terlibat dalam kasus hukum lain. 

Pihak AS dan Ghana berkomitmen melanjutkan kerja sama untuk membongkar jaringan internasional serupa yang masih beroperasi.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Baca dan Ikuti Berita Serambinews.com di GOOGLE NEWS 

Bergabunglah Bersama Kami di Saluran WhatsApp SERAMBINEWS.COM 

Berita Terkini