“Dalam perjanjian kerja sama, yang menandatangani kerja sama itu bukan penggugat dan tergugat. Tapi tergugat dengan orang lain selain penggugat. Karena dasar gugatannya adalah adanya kerja sama tadi, maka ini menurut hakim menjadi kabur,” ujar Humas PN Boyolali, Tony Yoga Saksana, dikutip dari Kompas.com.
Hal ini membuat konstruksi hukum yang diajukan menjadi lemah dan tidak membuktikan adanya hubungan kerja langsung antara penggugat dan tergugat.
Meskipun Tita kini bisa bernapas lega, ia berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Ia ingin kembali fokus pada usaha rotinya yang menjadi sumber penghasilan utama, dan melanjutkan hidup dengan tenang tanpa harus berurusan dengan masalah hukum.
Meski demikian, pihak yang keberatan dengan putusan hakim diberikan waktu tujuh hari untuk mengajukan keberatan.
Tita ingin damai tapi ditolak
Sementara itu, dalam persidangan, Tita sempat menyatakan keinginan berdamai dan siap meminta maaf.
Namun hal itu ditolak oleh penggugat.
“Mereka tidak mau karena katanya sudah terlanjur sakit hati,” ujarnya.
Tita berharap masalah ini menjadi pelajaran bersama dan tidak berlarut.
Ia ingin fokus kembali membesarkan usaha rotinya yang selama ini menjadi sumber penghasilan utama.
“Saya tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan siapa pun. Saya hanya ingin hidup tenang dan jualan roti,” ucapnya.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI