SERAMBINEWS.COM, SEMARANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada anggota Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Ajun Inspektur Dua Robig Zaenudin, yang menembak tiga pelajar SMK di Kota Semarang.
Pihak Robig kecewa atas putusan tersebut dan mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Persidangan kasus penembakan yang menyita perhatian publik itu sampai pada agenda pembacaan putusan, Jumat (8/8/2025).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mira Sendangsari itu dinyatakan bahwa Robig secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak.
Hal itu melanggar Pasal 80 Ayat (3) dan Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Empat tembakan yang dilepaskan Robig pada Minggu (24/11/2024) sekitar pukul 00.20 di depan sebuah minimarket di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, itu mengakibatkan Gamma Rizkynata Oktafandy (17) meninggal serta korban anak di bawah umur berinisial S dan A menderita luka-luka.
”Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Robig selama 15 tahun dan denda Rp 200 juta dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana penjara selama satu bulan.
Dua, menetapkan masa penangkapan dan penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap ditahan,” kata Mira saat membacakan amar putusan.
Hakim menjatuhkan vonis tersebut setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan.
Hal yang memberatkan hukuman Robig yaitu karena perbuatan Robig telah menghilangkan nyawa anak di bawah umur dan melukai dua anak lain.
Di samping itu, Robig dinilai telah mencoreng institusi Polri. Adapun hal yang meringankan yaitu Robig memiliki tanggungan keluarga, istri, dan anak.
Dalam putusannya, majelis hakim juga menyebut bahwa mereka tidak sependapat dengan sejumlah hal, sebagaimana yang disebutkan dalam nota pembelaan Robig ataupun penasihat hukumnya.
Hakim menyatakan tidak sependapat dengan pembelaan Robig yang menyebutkan bahwa korban Gamma meninggal akibat keterlambatan penanganan medis, bukan karena penembakan.
Berdasarkan keterangan dokter yang menangani Gamma ataupun saksi ahli, tindakan medis yang dilakukan sudah sesuai prosedur.
Hakim juga tidak sependapat dengan pembelaan yang menyebut bahwa Robig dalam posisi terancam saat kejadian.
Hal itu karena berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti, saat kejadian, rombongan sepeda motor para korban hanya melintas, tidak mengarahkan senjata tajam kepada Robig ataupun masyarakat seperti yang dikatakan Robig.
Selain itu, hakim juga tidak sependapat dengan pembelaan yang menyebut bahwa penembakan dari jarak dekat ke arah para korban sebagai salah satu upaya kepolisian yang sah dilakukan Robig untuk melindungi masyarakat.
Menurut hakim, meski polisi memiliki diskresi, tetap harus memperhatikan pedoman penggunaan senjata serta memperhitungkan manfaat dan risikonya.
Pihak Robig juga sempat menyebut bahwa korban S dan A sudah mendapatkan santunan serta membuat surat pernyataan untuk tidak akan mempersoalkan penembakan terhadap mereka.
Kedua korban itu juga disebut Robig tidak melaporkan perbuatan tersebut.
Dengan demikian, dakwaan jaksa terkait kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan korban terluka tidak bisa diproses karena tidak mewakili kepentingan S dan A.
Kendati demikian, hakim berpendapat bahwa perbuatan Robig terhadap S dan A tetap bisa diproses tanpa persetujuan korban karena hal tersebut merupakan delik biasa.
Vonis yang dijatuhkan hakim pada Jumat hampir sama dengan tuntutan jaksa.
Pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, Selasa (8/7/2025), Jaksa Penuntut Umum Sateno meminta hakim menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara.
Baca juga: Aipda Robig Zainuddin Penembak Siswa SMKN Belum Dipecat, Kuasa Hukum: Pembunuh Kok Masih Digaji
Robig Siap Banding
Seusai divonis, Robig ditanyai tanggapannya terkait putusan itu. Menurut Robig, pihaknya masih pikir-pikir.
Ditemui seusai sidang, Herry Darman, penasihat hukum Robig, menyebut, mereka kecewa dengan putusan hakim.
Menurut dia, hakim sama sekali tidak mempertimbangkan hal-hal yang meringankan Robig.
”Jangan sampai majelis itu ada tekanan publik yang sangat besar dengan datangnya media, hakim tidak mempertimbangkan hal-hal kemanusiaan. Tidak hanya hukum, tidak hanya pasal, tapi hati nurani, kemanusiaan itu menjadi pertimbangan,” ujar Herry.
Herry menyebut, tidak ada manusia yang sempurna jahat.
Dalam kasus itu, kliennya berupaya melakukan pencegahan tindak pidana yang timbul akibat penggunaan senjata tajam dari rombongan Gamma. Sebagai seorang polisi, Robig disebut Herry punya tugas mencegah tindak pidana.
”Di situ kami akan melakukan upaya hukum lagi. Kami akan pikir-pikir, bisa saja kami akan naik banding. Maka dari itu, mari kita tetap menghormati apa pun keputusan hakim pada hari ini. Kami terima, tapi kami akan melakukan upaya-upaya hukum yang lain,” ucapnya.
Keluarga Korban Puas
Sementara itu, Andi Prabowo, ayah Gamma yang sejak awal rutin mengikuti persidangan, mengatakan cukup puas dengan vonis hakim.
Sebetulnya pihak keluarga Gamma menginginkan Robig dihukum mati atau dipenjara seumur hidup. Namun, putusan 15 tahun penjara itu dinilai cukup memuaskan.
”Kami sangat senang, puas dengan kebijakan hakim. Semoga ke depannya hakim-hakim lain juga bisa memperjuangkan keadilan yang seadil mungkin,” ucap Andi.
Terkait kemungkinan upaya banding yang akan diajukan pihak Robig, pengacara Keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir, menyakini, upaya banding yang diajukan bakal ditolak oleh hakim Kejaksaan Tinggi Jateng.
Hal itu karena penerapan pasal dinilai Zainal sudah tepat. Kemudian, unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan Robig juga sudah jelas.
Kami sangat senang, puas dengan kebijakan hakim. Semoga ke depan hakim-hakim lain juga bisa memperjuangkan keadilan yang seadil mungkin.
”Kalau nanti di banding kok diterima, kemudian lebih ringan, hakim banding di pengadilan tinggi ini yang perlu diperiksa oleh Mahkamah Agung. Saya yakin pasti akan ditolak,” kata Zainal.
Keluarga Gamma juga menyoroti lambatnya kepolisian dalam memproses sidang banding kode etik yang diajukan Robig.
Sebelumnya, Robig telah menjalani sidang kode etik dengan keputusan diberhentikan tidak dengan hormat. Namun, Robig mengajukan banding.
Oleh karena sidang bandingnya tidak kunjung diproses, status sebagai anggota Polri masih melekat pada Robig. Robig juga masih menerima hak-haknya sebagai polisi hingga saat ini. ”Kami inginnya (Robig) tetap di-PTDH, dipecat,” ujar Andi.
Baca juga: Aipda Robig Zaenudin Tak Terima Dipecat usai Tembak Mati Siswa SMK di Semarang, Resmi Ajukan Banding
Kronologi Penembakan
Kasus penembakan ini terjadi pada Minggu dini hari, 24 November 2024.
Aipda Robig melepaskan tembakan ke arah sekelompok pelajar SMK yang sedang melintas dengan sepeda motor di Jalan Candi Penataran Raya, Kalipancur, Kota Semarang.
Tiga pelajar dari SMKN 4 Semarang menjadi korban dalam insiden tersebut:
Gamma Rizkynata Oktafandy (17) tertembak di bagian pinggul dan meninggal dunia.
AD dan ST, dua rekan Gamma, mengalami luka tembak di dada dan tangan, namun berhasil selamat.
Robig berdalih bahwa tindakannya dilakukan karena merasa terganggu dan bertanggung jawab menjaga ketertiban.
Namun, dalih tersebut ditolak hakim karena tidak didukung fakta-fakta di persidangan.
Baca juga: VIDEO Polisi Tangkap 6 Pria Diduga Sebar Ajaran Sesat di Aceh Utara
Baca juga: Sejarah Pulau Galang Batam, Dari Kamp Vietnam dan Penangangan Covid, Kini Disiapkan Untuk Warga Gaza