Sehingga sampailah pada kesimpulan, bahwa "para pihak" semua adalah bersaudara yang punya tanggung jawab bersama untuk hidup berdampingan dengan damai, membangun Kabupaten Bener Meriah yang lebih maju, makmur, dan berkeadilan.
Menurutnya, keberlanjutan perdamaian yang sudah dua dekade ini, membutuhkan usaha, kejujuran, keihlasan, dan komitmen semua.
"Kita harus belajar untuk mendengarkan, memahami, menghormati kebenaran dan nasib para korban situasi masa lalu di Bener Meriah dan sekitarnya," tutur Masthur.
Melalui tasyakuran hari damai dan rekonsiliasi komunitas ini, KKR Aceh ingin menitip pesan menjadikan perdamaian Aceh sebagai tujuan bersama secara jujur dan bertanggung jawab untuk semua pihak yang terdampak oleh situasi masa lalu.
Baca juga: UIN Ar-Raniry dan BRA Bedah Buku “Dua Dekade Damai Aceh”, Perjalanan 20 Tahun Perdamaian Aceh
"Mari kita bekerja sama untuk menciptakan masyarakat Bener Meriah yang lebih bersatu, makmur bermartabat, dan lebih sejahtera," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur HAM (Dirham) Kejaksaan Agung (Kejagung), Muhibbudin, SH, MH menyampaikan pesan bahwa acara rekonsiliasi komunitas di Bener Meriah harus menjadi model perdamaian di Indonesia.
Pengertian Mangan Murum
Untuk diketahui, 'Mangan Murum' dalam konteks budaya Gayo, khususnya di Kabupaten Bener Meriah berarti makan bersama atau kenduri, yang seringkali diadakan untuk merayakan atau mempererat tali silaturahmi antar warga.
Acara ini bisa melibatkan dua kampung atau lebih, dan seringkali menjadi bagian dari upaya menjaga perdamaian dan kebersamaan.(*)