Namun, ia mengingatkan bahwa potensi tersebut belum maksimal karena pelaksanaan di lapangan masih menyisakan tantangan.
Baca juga: LPPOM MPU Aceh Dorong Kehalalan Dapur MBG di Aceh, Diimbau untuk Urus Sertifikat Halal
Keracunan Massal Jadi Sinyal Bahaya
Salah satu catatan kritis yang disampaikan Dicky adalah masih terjadinya kasus keracunan makanan di program serupa, meski jumlahnya relatif kecil.
Baginya, satu kasus keracunan massal saja sudah cukup untuk menandakan kegagalan sistem keamanan pangan.
"Satu kejadian keracunan massal sudah berarti kegagalan sistem keamanan pangan atau food safety breach dan mengindikasi lemahnya kontrol mutu," tegas Dicky.
Menurutnya, insiden seperti ini tidak boleh dianggap sepele, karena dalam perspektif kesehatan masyarakat, hal tersebut menunjukkan adanya kelemahan kontrol kualitas dan pengawasan keamanan pangan.
Baca juga: MPU Aceh Siap Membantu Dapur MBG di Seluruh Aceh Dapat Sertifikat Halal
Efisiensi Anggaran Jadi Kunci
Dari sisi fiskal, Dicky mengingatkan bahwa besaran anggaran Rp 300 triliun, sekitar 10 persen dari gabungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sektor kesehatan dan pendidikan, baru layak disebut layak (worth it), jika ada bukti nyata peningkatan kesehatan anak.
"Nilainya akan worthy hanya jika outcome kesehatan anak itu terukur meningkat signifikan. Jadi bukan sekadar terserapnya anggaran," ujarnya.
Dicky menegaskan, pemerintah harus melakukan evaluasi obyektif dan penghitungan dampak program secara berkala.
Serapan anggaran tinggi tanpa peningkatan indikator kesehatan anak, menurutnya, adalah tanda bahaya.
Meski penuh catatan, Dicky tetap optimistis MBG bisa menjadi pilar penting pembangunan SDM Indonesia.
Namun, ia memberi syarat jelas,reformasi mekanisme pengadaan, penguatan kontrol mutu, dan sistem monitoring yang transparan.
Ia menekankan, tanpa perbaikan tata kelola, anggaran besar rawan pemborosan dan tidak memberikan hasil yang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Baca juga: Dapur Baru Dibangun, Program MBG Siap Menjangkau Semua Kecamatan di Sabang
Standar gizi
Makan pagi: menyumbang 20–25 persen kebutuhan gizi harian
Makan siang: menyumbang 30–35 % kebutuhan gizi harian
Menu dirancang sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) nasional
Sasaran PMB
Peserta didik dari PAUD hingga SMA/sederajat, termasuk pesantren dan pendidikan khusus.
Balita (anak usia di bawah lima tahun).
Ibu hamil dan menyusui.
Wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar).
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Anggarkan Rp 300 Triliun di 2026 untuk Program Makan Bergizi Gratis, Worth It atau Boros Anggaran?,