SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pengajiayaan dan kekerasan menimpa seorang santri asal Aceh Tengah berinisial S.
Kini menjadi perhatian publik terutama di Aceh setelah diungkap anggota H. Sudirman Haji Uma, Anggota DPD RI asal Aceh beberapa hari lalu.
Santri S diduga mendapat penganiayaan dan tindak kekerasan oleh senior kelasnya berupa pemukulan, tendangan dan siksaan di sebuah pesantren di wilayah Kabupaten Bogor pada 12 November 2024 lalu.
Penganiyaan ini hingga menimbulkan trauma dan rasa ketakutan mendalam akibat kejadian tersebut.
Kasus tersebut dalam proses penanganan hukum Polres Kabupaten Bogor, namun hampir 10 bulan, belum ada kejelasannya.
Keluarga korban kemudian melaporkannya ke anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma.
Baca juga: Anaknya Dianiaya di Pesantren, Warga Aceh Tengah Susah Payah Cari Keadilan
Laporan tersebut ditindaklanjuti Haji Uma dengan menyurati Kapolres Bogor agar kasus tersebut berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku dan berkeadilan bagi korban.
Terbaru, Haji Uma juga menerima korban dan keluarga di ruang kerjanya di Gedung DPD RI di Jakarta, pada Jumat (22/8/2025) pagi.
Beberapa jam kemudian, korban dan orang tuanya diantar langsung Haji Uma menuju kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta.
Kehadiran mereka diterima langsung oleh Pimpinan LPSK Wawan Fahrudin bersama Yulisa dari Biro Penelaahan LPSK.
“Alhamdulillah, kita bersama korban serta pihak keluarga telah bertemu LPSK untuk melaporkan kasus ini dan meminta agar mendapat perlindungan terhadap saksi dan korban dalam kasus penganiayaan di pesantren di wilayah Kabupaten Bogor yang saat ini masih dalam proses hukum", ujar Haji Uma usai dari kantor LPSK pada Jumat (22/8/2025).
Baca juga: Detik-detik Penangkapan Sales Pelaku Penganiayaan Pasutri di Aceh Singkil
Dalam kesempatan itu, Haji Uma juga ikut menyesalkan lemahnya pengawasan dan mekanisme pendisiplinan di lingkungan pesantren tersebut.
Menurutnya, kejadian ini mencederai esensi pendidikan, terlebih di sebuah lembaga Islam yang semestinya menanamkan akhlak, moral, serta menjaga marwah pendidikan.
“Bagaimana mungkin OSIS bisa bertindak semena-mena sampai menghajar dengan kaki hingga korban mengeluarkan darah. Ini tidak baik dan keluar jaun dari prinsip edukasi.
Kita akan merekomendasikan kepada kementerian terkait untuk mengevaluasi lembaga pendidikan semacam ini, termasuk perizinannya,” tegasnya.