Citizen Reporter

Summer University 2025: Sepucuk Surat Musim Panas dari Rusia

Dari tiga universitas yang ditawarkan, saya memilih kampus saya sendiri, yaitu KFU. Saya tertarik dengan program (trek)

|
Editor: mufti
IST
MOHAMMAD ADZANNIE BESSANIA RAVIQ, Master Student of Biology, Deparment Microbiology, Faculty of Biology, Institute of Fundamental Medicine and Biology, Kazan Federal University, melaporkan dari Kazan, Federasi Rusia 

MOHAMMAD ADZANNIE BESSANIA RAVIQ, Master Student of Biology, Deparment Microbiology, Faculty of Biology, Institute of Fundamental Medicine and Biology, Kazan Federal University, melaporkan dari Kazan, Federasi Rusia

Di saat sebagian besar teman-teman saya menghabiskan waktu musim panas untuk bekerja atau pulang ke kampung halamannya masing-masing, kali ini saya tetap tinggal di kota tempat studi saya. Kazan, ibu kota Republik Tatarstan yang berada di wilayah Federasi Rusia ini, adalah kota tempat saya sedang menempuh studi Master di Kazan Federal University (KFU) setelah merampungkan studi S-1 di Aceh.

Terus terang, saya rindu Aceh. Saya juga merindukan masa-masa saya melakukan praktikum bersama teman-teman saya angkatan 2016 ketika saya kuliah di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Syiah Kuala. Namun, tidak apa, saya ingin menulis sedikit pengalaman saya tahun ini menghabiskan libur musim panas di sini.

Libur musim panas sudah dimulai sejak bulan Juni dan berakhir di awal September. Namun, berhubung saya mengambil jurusan biologi dengan fokus di Mikrobiologi, saya perlu mengikuti kegiatan praktik di laboratorium sejak bulan Juni hingga Juli.  Secara garis besar, saya sedang memulai penelitian tesis saya.

Pada saat yang bersamaan, saya diterima di program Summer University—atau летний университет dalam bahasa Rusia. Program ini adalah kelas musim panas untuk mahasiswa di seluruh dunia yang tertarik untuk belajar di universitas di Rusia, berkat dukungan dari Kementrian Pendidikan Tinggi Federasi Rusia.

Dari tiga universitas yang ditawarkan, saya memilih kampus saya sendiri, yaitu KFU. Saya tertarik dengan program (trek) “Evolusi Kehidupan: Dari Adaptasi hingga Kelangsungan Hidup (dalam bahasa Inggris)” yang ditawarkan oleh kampus tersebut, lebih tepatnya oleh Institut Kedokteran Fundamental dan Biologi (IFMIB), fakultas tempat saya mengambil studi master.

Selain sesuai dengan bidang keilmuan saya, program ini menawarkan tujuh topik kuliah dan praktik laboratorium yang menarik, yaitu Keanekaragaman Hayati dan Evolusi Makhluk Hidup, Resistensi Antibiotik Bakteri: Mengatasi Tantangan Global, Biologi Stres, Fenomena “Rasa Sakit”, Kecerdasan Buatan Dalam Botani dan Desain Lanskap, dan kelas master tentang pertolongan pertama.

Kuliah musim panas saya jalani selama dua minggu yaitu sejak tanggal 21 Juli hingga 3 Agustus 2025. Di KFU sendiri, program ini diikuti oleh lebih dari 20 negara. Saya beruntung menjadi salah satunya. Lebih beruntung lagi saya bisa bertemu dengan lima delegasi yang datang langsung dari Indonesia. Empat di antaranya berasal dari Universitas Padjajaran, yaitu Veadora Yasminingrum, Iin Lailatul Ma’firah, Vivian Lorence, dan Giyats Nabhan Aufa. Satu orang berasal dari Universitas Bina Nusantara, Kezia Audi Sappetaw.

Yang menariknya, tiga di antara mereka mengambil program yang berbeda dengan saya, misalnya Vivian dan Kezia dengan program Tradisi Daerah dan Tren Modern dalam Arsitektur dan Desain, dan Dora dengan program Analisis Digital dan Rekayasa Data. Kedua program tersebut dalam bahasa Inggris.

Dua minggu yang tak terlupakan itu menjadi sebuah cerita pengalaman yang kaya. Lebih dari sekadar pendidikan dan praktik di laboratorium kedokteran dan biologi, program ini adalah tentang teman, budaya, dan Tatarstan.

Kisah saya adalah tentang bagaimana ruang-ruang kuliah dan lab menjadi tempat terjalinnya persahabatan baru, bagaimana perbedaan latar belakang menjadi jembatan untuk saling bertukar budaya, dan bagaimana akhir pekan diisi dengan petualangan menjelajahi museum-museum bersejarah serta distrik-distrik menawan di Republik Tatarstan

Teater Anatomi Kazan

Di salah satu sudut bersejarah gedung Fakultas Kedokteran IFMIB KFU, sebuah kalimat dalam bahasa Latin terukir agung di fasad Teater Anatomi: Hic locus est, ubi mors gaudet succurrere vitae—"Inilah tempat di mana kematian senang membantu kehidupan." Filosofi berusia hampir dua abad ini bukan sekadar moto, melainkan denyut nadi yang menggerakkan seluruh proses pendidikan kedokteran di sini, menjembatani pengetahuan dari masa lalu dengan teknologi masa depan.

Perjalanan saya untuk memahami esensi ini dimulai saat melangkah masuk ke dalam Museum Anatomi, sebuah institusi ilmiah yang khidmat. Museum bukanlah sekadar ruang pamer yang sunyi, melainkan sebuah basis pendidikan yang dinamis, dirancang untuk menjadi tempat kerja sistematis bagi para mahasiswa dan residen.

Di dalam bangunan bergaya klasisisme yang didirikan pada 1837 ini, lebih dari 350 eksponat tubuh manusia ditata secara sistematis, memandu saya dalam sebuah tur visual yang mendalam. Perjalanan dimulai pada sebuah galeri yang didedikasikan untuk fondasi pergerakan manusia: osteologi (studi tulang), miologi (studi otot), dan artrosindesmologi (studi persendian).

Kemudian, saya menyaksikan tempat sistem-sistem vital kehidupan dipamerkan dengan detail yang luar biasa. Di sini, koleksi splanknologi (organ dalam), angiologi (sistem peredaran darah), dan neurologi (sistem saraf) disajikan dalam berbagai proyeksi, memungkinkan saya untuk memeriksanya dari segala sisi dan memahami tidak hanya fitur strukturalnya, tetapi juga arsitektur tubuh manusia secara keseluruhan.

Kebanggaan koleksi ini adalah spesimen tubuh manusia seukuran aslinya, baik preparat angioneurologis maupun miologi, yang memaparkan jaringan pembuluh darah, saraf, dan otot dengan presisi yang menakjubkan.

Apa yang membuat museum ini begitu istimewa adalah sifat multidisiplin dari setiap preparatnya. Satu spesimen yang sama dapat secara bersamaan mendemonstrasikan formasi topografis, kompleks organ internal, otot, pembuluh darah, dan saraf. Tidak heran jika museum ini menjadi sebuah perpustakaan visual tiga dimensi, di mana eksponat yang sama dapat digunakan untuk mempelajari berbagai topik dalam anatomi manusia normal, anatomi patologis, hingga bedah operatif dan anatomi topografis.

Di antara organ-organ yang dipamerkan, terdapat koleksi representatif yang menampilkan berbagai patologi, baik yang bersifat kongenital maupun yang disebabkan oleh penyakit, memberikan pelajaran yang gamblang tidak hanya tentang bagaimana tubuh seharusnya berfungsi, tetapi juga tentang apa yang terjadi ketika sistem tersebut gagal.

Puncak dari kunjungan saya adalah saat berinteraksi dengan preparat-preparat yang dibuat menggunakan teknologi terbaru, yaitu metode pembalseman polimer. Dikembangkan di International Morphological Center di St. Petersburg, teknik ini secara revolusioner mengawetkan ukuran, bentuk, dan konsistensi alami organ tubuh manusia.

Pengalaman ini sungguh luar biasa. Saya dapat menyentuh dan bahkan memegang sebuah preparat di tangan saya. Spesimen tersebut terasa kering, relatif elastis, dan sama sekali tidak berbau, sebuah kemajuan signifikan yang secara drastis meningkatkan nilai didaktiknya.

Momen memegang sebuah jantung atau otak manusia yang diawetkan dengan sempurna tanpa penghalang kaca atau bau formalin, mengubah proses belajar dari sekadar observasi pasif menjadi sebuah pengalaman taktil yang mendalam.

Saat meninggalkan museum, filosofi Latin di fasad gedung terasa semakin bergema. Di tempat ini, melalui perpaduan sempurna antara warisan arsitektur bersejarah dan inovasi teknologi polimer, kematian benar-benar dengan senang hati membantu kehidupan, memberikan para calon dokter fondasi pengetahuan yang tak tergantikan untuk menyembuhkan dan melayani umat manusia. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved