Berita Banda Aceh
Sudah Setor Sewa Baliho ke Pemko hingga 2026, Pemilik Baliho ‘Protes’
“Kami mengalami kerugian baik secara materil dan nonmateril. Kami akan tempuh jalur hukum." SIMSON TAMBYNAN
“Kami mengalami kerugian baik secara materil dan nonmateril. Kami akan tempuh jalur hukum." SIMSON TAMBYNAN, Dirut PT Multigrafindo Mandiri
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Direktur Utama PT Multigrafindo Mandiri, Simson Tambunan, menyesalkan tindakan Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh yang membongkar tempat usahanya berupa titik baliho yang berada di Jalan Pante Pirak, Simpang Lima, Banda Aceh, Minggu (7/9/2025) dini hari.
Padahal, katanya, biaya sewa tempat usaha tersebut sudah dilunasi sebesar Rp 25,2 juta melalui rekening atas nama Pemerintah Kota Banda Aceh dengan jangka waktu sewa setahun, terhitung sejak 14 Juni 2025 hingga 13 Juni 2026.
"Kami tidak banyak tuntutan ke Pemko, kita cuma berharap hak kami sebagai penyewa di mana masih ada masa berlakunya sampai bulan Mei 2026. Mohon Pemko bijaksana dalam memenuhi hak kami," kata Simson saat konferensi pers di salah satu warung kopi, di kawasan Simpang Lima, Banda Aceh, Minggu (7/9/2025).
"Kalau tidak ada kepastian hukum seperti ini, kami jadi rancu untuk berbisnis di Kota Banda Aceh, akibat Pemko kita mengalami kerugian secara materil dan nonmateri yang sangat besar," sambungnya.
Pihaknya mengakui sempat disurati Pemko dengan alasan tidak memiliki izin. Hal itu kemudian dibantah pemilik usaha tersebut. "Kita sudah jelaskan segala prosedur perizinan waktu pembangunan reklame ini dulu secara teknis kita sudah lengkapi semua, makanya bisa bisa berdiri, kemudian kita bayar pajak tiap tahun dan biaya sewa reklame sampai 2026, hanya saja Pemko mengabaikan dengan alasan ada masterplan," ungkap Simson.
Dikatakan, pihaknya sangat mendukung program masterplan Pemko saat ini, namun dengan pertimbangan agar para pemilik usaha diberi penjelasan, serta kajian tertulis dan transparan.
Ia mengatakan, siap membongkar usaha reklamenya asalkan biaya sewa yang sudah dibayarkan ke rekening Pemko Banda Aceh berakhir sesuai kontrak. "Hanya saja dengan harapan sampai masa sewa kami itu habis. Kami juga sampaikan solusi kemarin, kalau melintang tidak boleh lagi ya kami bermohon supaya tiangnya tidak dibongkar dan kami dirikan vertikal. Tetapi itu Pemko pun abaikan," ucap Simson.
Dia menjelaskan, berdirinya reklame ini pada 2005 silam berdasarkan MoU dengan pemerintah, kemudian terjadi pelebaran jalan pada 2008. Secara teknis, semua sudah dilengkapi, hingga reklame tersebut berdiri sampai saat ini. "Kami bayar pajak PAD sekitar Rp 252 juta per tahun khusus satu titik ini dan sewa titik sekitar 10 persen dari pajak (Rp 25,2 juta) dan itu diatur dalam Perwal," kata Simson.
"Kita berharap masa sewa masih berlangsung hingga 2026. Kalaupun tidak bisa, maka akibat tindakan yang dilakukan Pemko kepada perusahaan, kami mengalami kerugian baik secara materil dan nonmateril. Kami akan tempuh jalur hukum," pungkasnya.
Terpisah, Serambi sudah berupaya mengonfirmasi persoalan ini ke Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota (BPKK) Banda Aceh, Alriandi Adiwinata, Minggu (7/9/2025) pukul 16.57 WIB, namun pihaknya meminta waktu karena harus berkoordinasi terlebih dahulu. "Saya koordinasi dulu," ucapnya.
Hal yang sama disampaikan Kasatpol PP-WH dan Linmas Kota Banda Aceh, Muhammad Rizal. Menurutnya, persoalan ini harus satu suara dengan Pemko. "Harus satu suara dengan Pemko, karena kita tidak berdiri sendiri," pungkasnya.(rn)
Izin Reklame Sudah Berakhir
SEMENTARA Juru Bicara Pemko Banda Aceh, Tomi Mukhtar, mengungkapkan, dasar pembongkaran ini sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja (SPK) tahun 2006 pada pasal 10 berbunyi, apabila dalam perencanaan kota/masterplan, tidak dibenarkan lagi ada papan billboard di lokasi tersebut, pihak kedua wajib membongkar dan segala biaya akibat pembongkaran menjadi penanggung jawab pihak kedua.
“Kemudian pemilik hanya memiliki rekomendasi, seharusnya diperpanjang setiap tahun dan syarat melanjutkan proses perizinan, namun hal itu tidak dilakukan,” ungkap Tomi saat dikonfirmasi, Minggu (7/9/2025).
Di sisi lain, katanya, tidak boleh lagi baliho melintang jalan sebagaimana Pasal 18 ayat 3 Permen PU No 20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian 2 Jalan.
Ia juga menjelaskan, pembayaran izin titik, bukanlah izin pendirian billboard. Menurutnya, izin sewa titik merupakan syarat untuk mendapatkan izin pendirian billboard.
Selain itu, katanya, terhitung sejak April 2025, izin reklame PT Multigrafindo Mandiri sudah berakhir, dan tidak diperpanjang karena Pemerintah Kota sedang melakukan penataan kembali keberadaan baliho/billboard dalam wilayah Kota Banda Aceh. “Bahkan pajak reklame sejak Mei sampai September 2025 yang bersangkutan belum melunasi kewajibannya sebesar lebih kurang Rp 87 juta,” ungkap Tomi.
Kemudian menurutnya, sebelum ditertibkan, Pemko dalam hal ini DPMPTSP juga sudah beberapa kali menyurati dan bertemu dengan pemilik agar bisa dibongkar secara mandiri, namun pemilik tidak mengindahkan hingga waktu yang ditentukan. “Bahkan kita juga menawarkan titik baru untuk mereka yang dengan lokasi yang nantinya sesuai dengan hasil pendataan kita,” ucap Tomi.
“Kami meyakini, investor justru akan merasa tenang, aman dan tertarik pada daerah yang memiliki kepastian regulasi. Aturan yang jelas dan tidak bisa dinegosiasikan, bukanlah sebuah hambatan, melainkan jaminan agar usaha berjalan aman, lancar, dan berkelanjutan,” pungkasnya.(rn)
Pertamina Tambah Pasokan Elpiji 3 kg Untuk Aceh |
![]() |
---|
Pemko Banda Aceh Buka Suara soal Pembongkaran Reklame Raksasa di Simpang Lima, Begini Penjelasannya |
![]() |
---|
Mutasi, Kompol Mawardi Putera Pidie Jaya Jabat Kasat Lantas Polresta Banda Aceh, Ini Profilnya |
![]() |
---|
Pemko Banda Aceh Buka Suara soal Pembongkaran Reklame Raksasa di Simpang Lima, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
Kapolresta dan Dandim Kompak Turun Gunung, Pimpin Patroli Skala Besar di Banda Aceh, Ini Tujuannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.