Tambang

Putra Kuala Batee Ungkap Alasan Penolakan IUP Eksplorasi PT Abdya Mineral Prima

Menurut alumni FKM Universitas Muhammadiyah Aceh ini, bencana besar semacam itu harus menjadi pelajaran bagi penduduk Abdya. 

Penulis: Masrian Mizani | Editor: Ansari Hasyim
For Serambinews.com
Yulizar Kasma 

"Hal ini dapat meracuni sumber air minum, membahayakan kehidupan akuatik, dan menyebabkan masalah kesehatan serius bagi masyarakat yang bergantung pada air ini," ucapnya. 

"Krisis air untuk pertanian akibat kawah pertambangan. Alhasil, debit air sungai Panto Cut, Jeumpa, dan Krueng Batee yang memang sudah mengecil akan hilang terserap ke kawah – kawah tambang," sambung Yulizar.

Selain itu, sebut Yulizar, konsumsi air yang besar pada penambangan emas dapat menguras pasokan air lokal, apalagi di wilayah tersebut sudah rentan terhadap kekeringan. 

"Jika air tidak ada, lalu bertani pakai apa, jempol kaki?" imbuhnya.

Elemen lain yang terdampak, kata Yulizar, 
pencemaran dan kerusakan tanah dan lahan. Tailing atau limbah tambang yang mengandung bahan kimia beracun dapat mencemari tanah, membuatnya tidak subur dan tidak layak untuk pertanian atau penggunaan lain dalam jangka panjang. 

"Penggalian juga meningkatkan erosi tanah dan hilangnya akar penangkap air, menjadi faktor pendorong terjadi longsor dan banjir bandang ketika hujan deras terjadi," ucapnya.

Selain itu, sambung Yulizar, pencemaran udara akibat penambangan menghasilkan banyak debu dan partikel berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan masalah pernapasan seperti pneumokoniosis penyakit paru-paru akibat inhalasi debu mineral, asma, dan bronkitis kronis, hingga kangker paru. 

Menurut hasil penelitian dua peneliti Universitas Teuku Umar (UTU) Enda dan Susi pada tahun 2022, jelas Yulizar, misalnya pertumbuhan dua perusahaan (PT. Mifa Bersaudara Meulaboh dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Nagan Raya) berkorelasi negatif dengan tren kasus ISPA.

"Data dari dua Puskesmas yang terletak di wilayah berdirinya perusahaan tersebut juga menunjukkan peningkatan kasus ISPA setiap tahunnya, dengan tren kasus ISPA sebesar 1 % setiap tahunnya. Gejala ISPA pada masyarakat dengan risiko ISPA 13 kali pada zona wilayah risiko tinggi paparan debu pada kedua perusahaan itu," jelasnya.

Hal lain yang ditimbulkan, sebut Yulizar,  dampak sosial budaya. Pembukaan tambang sering kali memerlukan penggusuran masyarakat adat atau petani dari tanah leluhur mereka, yang menyebabkan konflik hak atas tanah dan hilangnya cara hidup tradisional. 

Perubahan sosial dan keretakan komunitas juga ditimbulkan dengan masuknya perusahaan tambang hingga menyebabkan perubahan sosial yang cepat, pergeseran nilai-nilai lokal, adu domba antar warga, dan peningkatan kesenjangan ekonomi yang dapat memecah belah komunitas. 

"Warisan budaya yang hilang dengan operasi tambang dapat mengancam atau menghancurkan tempat-tempat yang penting bagi masyarakat adat secara budaya atau spiritual," sebutnya.

Selain itu, kata Yulizar, akan menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sebab banyak proyek tambang yang dimulai tanpa persetujuan yang sah dari masyarakat adat atau lokal yang terkena dampak.

"Karena IUP eksplorasi hanya berdasarkan rekomendasi pemerintah gampong tidak melalui pelibatan masyarakat secara utuh, yang berujung pada intimidasi, kekerasan, hingga pembunuhan terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat yang menolak tambang," ujarnya.

Dalam kasus PT AMP ini, kata Yulizar, bisa dilihat dalam IUP eksplorasi yang mencantumkan Gampong Alu Pisang sebagai salah satu areal yang akan dilakukan ekplorasi.

"Fakta sebenarnya di lapangan, Pemerintah Gampong Alue Pisang tidak memberikan rekomendasi terhadap perusahan tersebut. Kejadian ini cukup menjadi dasar betapa rusaknya permainan pelaku tambang tersebut," pungkas Yulizar.(*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved