Tambang
Putra Kuala Batee Ungkap Alasan Penolakan IUP Eksplorasi PT Abdya Mineral Prima
Menurut alumni FKM Universitas Muhammadiyah Aceh ini, bencana besar semacam itu harus menjadi pelajaran bagi penduduk Abdya.
Penulis: Masrian Mizani | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Masrian Mizani I Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Putra Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Yulizar Kasma mengungkapkan sejumlah alasan penolakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Abdya Mineral Prima (AMP) di kecamatan setempat.
Menurutnya, kompleks justifikasinya bisa ditinjau dari variabel kesehatan, faktor lingkungan, kerusakan areal pertanian, sosial, dan ekonomi, menjadi dasar penting yang harus diperhatikan.
"Kita masyarakat Kuala Batee tidak lupa dengan musibah banjir bandang pada Desember tahun 2002 lalu. Setidaknya ada tiga orang meninggal dunia, lahan pertanian rusak, kayu-kayu besar tutupi jalan nasional hingga rumah-rumah penduduk mengalami kerusakan," kata Yulizar Kasma, kepada Serambinews.com, Rabu (23/9/2025).
Menurut alumni FKM Universitas Muhammadiyah Aceh ini, bencana besar semacam itu harus menjadi pelajaran bagi penduduk Abdya.
Alasan lain, kata Kasma, soal dampak kesehatan masyarakat dari pencemaran merkuri dan sianida yang ditimbulkan tambang.
Paparan merkuri, jelas Kasma, dapat menyebabkan gangguan neurologis, masalah ginjal, dan gangguan perkembangan pada anak-anak. Sementara sianida juga berbahaya jika ditelan.
"Pertambangan emas skala besar dan artisanal (ASGM) telah lama dikaitkan dengan konsekuensi sosial dan lingkungan yang signifikan. Namun, dampak pada kesehatan masyarakat seringkali diabaikan," ujar Yulizar.
Menurut Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan lulusan IPB ini, sekitar 80 persen anak di bawah usia 10 tahun memiliki kadar merkuri rambut yang lebih tinggi dari ambang batas aman (1g/g) di daerah ASGM Talawaan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Di Kalimantan Tengah, sebutnya, penelitian menunjukkan peningkatan kadar merkuri pada sampel rambut masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kahayan yang digunakan untuk ASGM, dengan beberapa individu menunjukkan gejala keracunan merkuri kronis.
Pertambangan skala besar yang direncanakan di tujuh gampong dalam wilayah Kecamatan Kuala Batee oleh PT Abdya Mineral Prima, sebut Yulizar, memilik resiko kesehatan, karna kemungkinan besar menggunakan proses pelindian sianida.
"Sianida sangat beracun dan dapat menyebabkan kematian cepat pada dosis tinggi. Paparan kronis pada dosis rendah bisa menyebabkan Neurologis: Masalah tiroid, neuropati (kerusakan saraf)," terangnya.
Hal lain yang ditimbulkan, kata Yulizar, akan menimbulkan ampak lingkungan yang merusak deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati: Penebangan hutan skala besar disebabkan oleh pembukaan lahan untuk areal tambang, jalan akses, dan fasilitas pendukung.
"Ini tentu akan menghancurkan habitat alami, mengancam spesies lokal, dan menurunkan keanekaragaman hayati," ucapnya.
Selain itu, tutur Yulizar, ada tiga elemen alam sebagai sumber dasar kehidupan akan tercemari, yaitu pencemaran air karna penambangan emas, terutama yang menggunakan sianida atau merkuri, dapat melepaskan bahan kimia berbahaya ke sungai, danau, dan air tanah.
"Hal ini dapat meracuni sumber air minum, membahayakan kehidupan akuatik, dan menyebabkan masalah kesehatan serius bagi masyarakat yang bergantung pada air ini," ucapnya.
"Krisis air untuk pertanian akibat kawah pertambangan. Alhasil, debit air sungai Panto Cut, Jeumpa, dan Krueng Batee yang memang sudah mengecil akan hilang terserap ke kawah – kawah tambang," sambung Yulizar.
Selain itu, sebut Yulizar, konsumsi air yang besar pada penambangan emas dapat menguras pasokan air lokal, apalagi di wilayah tersebut sudah rentan terhadap kekeringan.
"Jika air tidak ada, lalu bertani pakai apa, jempol kaki?" imbuhnya.
Elemen lain yang terdampak, kata Yulizar,
pencemaran dan kerusakan tanah dan lahan. Tailing atau limbah tambang yang mengandung bahan kimia beracun dapat mencemari tanah, membuatnya tidak subur dan tidak layak untuk pertanian atau penggunaan lain dalam jangka panjang.
"Penggalian juga meningkatkan erosi tanah dan hilangnya akar penangkap air, menjadi faktor pendorong terjadi longsor dan banjir bandang ketika hujan deras terjadi," ucapnya.
Selain itu, sambung Yulizar, pencemaran udara akibat penambangan menghasilkan banyak debu dan partikel berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan masalah pernapasan seperti pneumokoniosis penyakit paru-paru akibat inhalasi debu mineral, asma, dan bronkitis kronis, hingga kangker paru.
Menurut hasil penelitian dua peneliti Universitas Teuku Umar (UTU) Enda dan Susi pada tahun 2022, jelas Yulizar, misalnya pertumbuhan dua perusahaan (PT. Mifa Bersaudara Meulaboh dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Nagan Raya) berkorelasi negatif dengan tren kasus ISPA.
"Data dari dua Puskesmas yang terletak di wilayah berdirinya perusahaan tersebut juga menunjukkan peningkatan kasus ISPA setiap tahunnya, dengan tren kasus ISPA sebesar 1 % setiap tahunnya. Gejala ISPA pada masyarakat dengan risiko ISPA 13 kali pada zona wilayah risiko tinggi paparan debu pada kedua perusahaan itu," jelasnya.
Hal lain yang ditimbulkan, sebut Yulizar, dampak sosial budaya. Pembukaan tambang sering kali memerlukan penggusuran masyarakat adat atau petani dari tanah leluhur mereka, yang menyebabkan konflik hak atas tanah dan hilangnya cara hidup tradisional.
Perubahan sosial dan keretakan komunitas juga ditimbulkan dengan masuknya perusahaan tambang hingga menyebabkan perubahan sosial yang cepat, pergeseran nilai-nilai lokal, adu domba antar warga, dan peningkatan kesenjangan ekonomi yang dapat memecah belah komunitas.
"Warisan budaya yang hilang dengan operasi tambang dapat mengancam atau menghancurkan tempat-tempat yang penting bagi masyarakat adat secara budaya atau spiritual," sebutnya.
Selain itu, kata Yulizar, akan menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sebab banyak proyek tambang yang dimulai tanpa persetujuan yang sah dari masyarakat adat atau lokal yang terkena dampak.
"Karena IUP eksplorasi hanya berdasarkan rekomendasi pemerintah gampong tidak melalui pelibatan masyarakat secara utuh, yang berujung pada intimidasi, kekerasan, hingga pembunuhan terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat yang menolak tambang," ujarnya.
Dalam kasus PT AMP ini, kata Yulizar, bisa dilihat dalam IUP eksplorasi yang mencantumkan Gampong Alu Pisang sebagai salah satu areal yang akan dilakukan ekplorasi.
"Fakta sebenarnya di lapangan, Pemerintah Gampong Alue Pisang tidak memberikan rekomendasi terhadap perusahan tersebut. Kejadian ini cukup menjadi dasar betapa rusaknya permainan pelaku tambang tersebut," pungkas Yulizar.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.