Opini

Pentingnya Penguatan Kapasitas HAM bagi Pengusaha Aceh

Di sinilah tantangan besar bagi pelaku usaha muncul. Mereka dihadapkan pada kebutuhan

Editor: Ansari Hasyim
For Serambinews.com
Prof. Dr. Apridar, S.E., M. Si, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh. 

Strategi Penguatan: Sinergi Pemerintah, Ulama, dan Dunia Usaha

Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan langkah nyata yang melibatkan banyak pihak. Pertama, edukasi dan sosialisasi melalui pelatihan integratif Syariah-HAM perlu diperluas. Modul pelatihan yang menggabungkan nilai-nilai syariat dengan standar HAM nasional dan internasional harus melibatkan MPU, Komnas HAM, KADIN, dan akademisi.

Kedua, pemerintah Aceh perlu mendorong program sertifikasi “Bisnis Ramah HAM dan Syariah” dengan insentif pajak atau kemudahan perizinan bagi perusahaan yang lulus sertifikasi. Sertifikat ini bukan sekadar formalitas, melainkan jaminan bahwa bisnis tersebut mempraktikkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan transparansi.

Ketiga, revisi regulasi daerah juga penting. Qanun syariat terkait muamalah dapat dilengkapi pasal-pasal yang menjamin hak pekerja, perempuan, dan minoritas. Kota Banda Aceh sudah memulai langkah ini dengan Perwali No. 23/2021 tentang Perlindungan Pekerja Perempuan yang mengintegrasikan nilai syariah dan HAM.

Selain pemerintah, lembaga seperti MPU, Komnas HAM, Ombudsman, dan asosiasi pengusaha (KADIN, HIPMI) harus menjadi motor pemantauan, advokasi, dan kampanye publik. Media lokal dan influencer Aceh juga dapat menggerakkan opini masyarakat melalui kampanye “Bisnis Syariah dan HAM”.

Belajar dari Praktik Baik

Sejumlah pelaku usaha di Aceh sudah membuktikan bahwa bisnis syariah dan HAM bisa berjalan beriringan. Koperasi BMT Baiturrahman di Banda Aceh, misalnya, memberikan pinjaman tanpa bunga kepada UMKM perempuan sekaligus menyelenggarakan pelatihan literasi keuangan dan HAM bagi anggotanya. Hasilnya, 98 persen anggota perempuan merasa haknya dihargai dan omzet koperasi naik 40 persen dalam dua tahun.

Contoh lain datang dari Hotel Sabang Heritage yang memberi kebebasan beribadah bagi karyawan Muslim dan non-Muslim, serta menyediakan ruang ibadah multireligi. Kebijakan ini membuat hotel mendapat penghargaan “Hotel Ramah HAM dan Syariah” dari Pemerintah Aceh pada 2023 dan meningkatkan rating tamu internasional hingga 4,8 dari 5.

Saatnya Aceh Menjadi Teladan

Penerapan syariat di Aceh seharusnya menjadi penguat, bukan penghalang, dalam membangun sistem bisnis yang adil, beretika, dan berkelanjutan. Nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan dan kasih sayang sejalan dengan semangat HAM yang mengedepankan martabat manusia.

Penguatan kapasitas HAM bagi pengusaha Aceh bukan hanya kebutuhan moral, tetapi juga strategi ekonomi. Di tengah kompetisi global, hanya pelaku usaha yang mampu menunjukkan kepatuhan pada standar HAM dan syariat yang akan bertahan.

Aceh memiliki semua modal: landasan hukum, dukungan ulama, serta kekayaan budaya dan religiusitas. Yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan kolektif untuk menjadikan bisnis syariah Aceh sebagai contoh dunia bahwa Islam dan HAM dapat berjalan beriringan, menciptakan kemaslahatan, dan menghadirkan keadilan universal di bumi Serambi Makkah.

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved