Berita Banda Aceh

TA Khalid Ajak Semua Pihak Kawal Ultimatum Mualem Soal Penertiban Tambang Ilegal

TA Khalid, mendukung penuh pernyataan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, terkait penertiban tambang ilegal.

Editor: mufti
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS/DOK GERINDRA
PENERTIBAN TAMBANG ILEGAL – Ketua Forbes DPR-DPD RI asal Aceh, TA Khalid, mendukung penuh pernyataan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, terkait penertiban tambang ilegal di Tanah Rencong, Sabtu (27/9/2025). 

“Semua kita wajib mendukung apa yang disampaikan oleh Mualem. Baik kami anggota DPR RI, DPRA, DPRK, masyarakat, lembaga lingkungan, semua pihak wajib mendukung itu tanpa terkecuali.” TA KHALID, Ketua Forbes DPR-DPD RI asal Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Forum Bersama (Forbes) DPR-DPD RI asal Aceh, TA Khalid, mendukung penuh pernyataan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, terkait penertiban tambang ilegal. Ia menegaskan, praktik haram tersebut harus segera dihentikan karena lebih banyak menimbulkan kerugian daripada keuntungan.

“Ultimatum waktu dari Mualem harus segera ditindaklanjuti. Semua kita wajib mendukung apa yang disampaikan oleh Mualem. Baik kami anggota DPR RI, DPRA, DPRK, masyarakat, lembaga lingkungan, semua pihak wajib mendukung itu tanpa terkecuali,” kata TA Khalid, kepada Serambi, Sabtu (27/9/2025). 

Menurut TA Khalid, temuan Panitia Khusus (Pansus) DPR Aceh yang menyebut ada sekitar 1.000 ekskavator beroperasi di kawasan tambang ilegal merupakan persoalan serius. Ia menekankan bahwa kerusakan hutan dan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal jauh lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tersebut.

"Harus kita sadari keuntungan yang didapat per tambang itu tidak sebanding dengan kerugian dan kerusakan lingkungan. Maka perintah Mualem harus segera disikapi dan ditindaklanjuti,” sebutnya.

Politisi Partai Gerindra itu juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba bermain-main dengan praktik ilegal tersebut. "Kalau ada oknum-oknum yang bermain, berhentilah. Mari kita jaga hutan, mari kita jaga lingkungan," tambahnya.

TA Khalid turut mengimbau masyarakat untuk berperan aktif melakukan pengawasan. Jika menemukan aktivitas tambang ilegal di wilayahnya, masyarakat diminta segera melaporkannya kepada pemerintah Aceh. "Apalagi Mualem sudah menginstruksikan, bila ada aktivitas seperti itu (tambang ilegal) silakan lapor kepada pemerintah Aceh,” pungkasnya.

Dukungan Ketua DPRA

Terpisah, dukungan penuh juga disampaikan Ketua DPR Aceh, Zulfadhli. Ia mengatakan, penghentian seluruh aktivitas tambang emas ilegal juga bagian dari rekomendasi Pansus Mineral dan Migas yang telah dibentuk oleh lembaga DPR Aceh sebelumnya.

Ia mengatakan, pada prinsipnya, kebijakan tegas yang disampaikan Mualem tersebut pasti didasarkan pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Jadi, setiap langkah dan keputusan Gubernur Muzakir Manaf sepanjang demi kebaikan, DPR Aceh pasti mendukungnya.

“Sikap tegas Mualem terkait tambang emas ilegal, sudah sepatutnya dilakukan oleh pemimpin. Apalagi, daya rusak lingkungan aktivitas liar itu sudah pada tahap membahayakan,” ujar Abang Samalanga, Sabtu (27/9/2025).

Zulfadhli menambahkan, bagi DPR Aceh, penghentian tambang emas ilegal harus selaras dengan upaya pembenahan dan perbaikan tata kelola pertambangan kedepannya. Jadi, sambung dia, saat penertiban dijalankan dan jika tak dipenuhi kemudian dilakukan penindakan, maka langkah selanjutnya adalah penatakelolaan tambang emas yang baik bagi lingkungan dan juga bermanfaat untuk kepentingan rakyat.

“Pada prinsipnya, DPR Aceh tidak anti tambang, namun bagaimana seharusnya SDA yang dimiliki daerah bisa digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan pemerintah dan juga demi kesejahteraan rakyat,” demikian Zulfadhli.

Banjir Dukungan 

Dukungan juga datang dari berbagai kalangan, seperti dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Aceh. Ketua MDMC Aceh, Musliadi M Tamin, menegaskan bahwa penertiban tambang ilegal merupakan langkah tepat dan mendesak.

Pasalnya, kerusakan ekosistem yang ditimbulkan telah nyata di lapangan, mulai dari deforestasi, pencemaran sungai, degradasi lahan, hingga sedimentasi yang memperparah banjir. “Aceh merupakan daerah yang rawan bencana. Jika aktivitas tambang ilegal terus dibiarkan, maka dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat dalam bentuk banjir bandang, longsor, bahkan krisis air bersih,” ujar Musliadi, Sabtu (27/9/2025).

Dukungan juga disampaikan Sekjen Persatuan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Aceh, Muhammad Hardi ST MT, yang menyampaikan bahwa penutupan tambang ilegal itu tidak hanya menyangkut langkah penegakan hukum, melainkan demi keadilan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Ia juga mengungkapkan, pemulihan lahan yang rusak akibat pertambangan membutuhkan biaya yang sangat besar. Standar biaya reklamasi itu bisa mencapai Rp 40-60 juta per hektar, belum lagi untuk hutan dan DAS yang rusak. “Jika lahan kritis akibat tambang ilegal di Aceh lebih dari 2.000 ha, maka kebutuhan dana pemulihan mencapai Rp 100-150 miliar, dan ini tidak bisa ditagih ke pelaku ilegal,” jelasnya.

Sementara Ketua DPC Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Aceh Selatan, Delky Nofrizal Qutni, mengingatkan bahwa penertiban harus disertai solusi yang berpihak kepada masyarakat. Ia mendorong Gubernur segera menerbitkan Qanun Pertambangan Rakyat sebagai dasar hukum legalisasi tambang rakyat.

Menurutnya, legalisasi akan mencegah kebocoran pendapatan asli daerah (PAD), memberikan perlindungan hukum bagi penambang tradisional, serta memastikan pengelolaan lingkungan yang berstandar.

Delky juga menyoroti ketimpangan data antara Dinas ESDM Aceh dan temuan lapangan. Dinas mencatat luas tambang tanpa izin sekitar 1.720 hektare, sementara Walhi memperkirakan mencapai 3.500 hektare. “Ketimpangan ini menunjukkan besarnya aktivitas ilegal yang luput dari pencatatan resmi,” sebutnya.(ra/yos)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved