Opini
Pemadaman Listrik Aceh: Antara Krisis Energi dan Krisis Tata Kelola
Banyak warga yang melaporkan bagaimana kegiatan sehari-hari mereka lumpuh total. Usaha kecil seperti warung kopi modern yang mengandalkan mesin
Kedua, perlu ada percepatan investasi energi terbarukan di Aceh. Potensi air, matahari, dan biomassa yang dimiliki Aceh bukan hanya cadangan, melainkan solusi nyata yang harus segera diimplementasikan.
Ketiga, partisipasi masyarakat harus diperkuat. Energi terbarukan skala kecil yang dikelola komunitas bisa menjadi penopang ketika sistem utama mengalami gangguan. Dengan begitu, masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada satu jaringan besar yang rentan lumpuh.
Menjaga Harapan di Tengah Kegelapan
Pemadaman listrik di Aceh bukan peristiwa pertama, dan mungkin bukan yang terakhir jika tidak ada perubahan mendasar. Namun, masyarakat Aceh tidak boleh terus-menerus dibiarkan hidup dalam ketidakpastian energi. Pemerintah harus menjadikan krisis ini sebagai momentum perubahan, bukan sekadar menambal sulam masalah.
Gelapnya malam ketika listrik padam memang menyakitkan, tetapi bisa menjadi cahaya bagi lahirnya kesadaran baru. Kesadaran bahwa Aceh membutuhkan kedaulatan energi, bukan hanya untuk menghindari pemadaman listrik, tetapi juga untuk memastikan masa depan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih berdaulat.
Pada akhirnya, listrik bukan hanya soal menyalakan lampu, melainkan tentang menyalakan harapan.
Aceh berhak mendapatkan energi yang stabil, berkelanjutan, dan adil. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Jika bukan oleh pemimpin Aceh sendiri, siapa lagi?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.