Berita Lhokseumawe

Top! Syamsiah Ismail Pengawas TK/SD Lhokseumawe Terpilih Jadi 50 Penulis Bacaan Dwibahasa untuk Anak

Dalam kegiatan ini, setiap peserta mendapatkan reward Rp 5,5 juta per satu naskah beserta sertifikat penghargaan.

Penulis: Jafaruddin | Editor: Saifullah
Foto Kiriman Syamsiah
BIMTEK PENULISAN BACAAN - Ketua Sayembara Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak Berbahasa Daerah Tahun 2025, Murhaban, SAg.menyerahkan reward kepada Syamsiah Ismail, MPd, Pengawas TK/SD Disdikbud Kota Lhokseumawe. 

Laporan Jafaruddin | Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Syamsiah Ismail, MPd, Pengawas TK/SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Lhokseumawe, terpilih sebagai salah satu dari 50 penulis terbaik yang mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Bacaan Dwibahasa untuk Anak.

Kegiatan ini digelar Balai Bahasa Provinsi Aceh pada 29 September–2 Oktober 2025, di Hotel Portola Grand Arabia, Banda Aceh.

Ke-50 peserta tersebut merupakan pemenang Sayembara Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak Berbahasa Daerah Tahun 2025 Jenjang C yang sebelumnya digelar Balai Bahasa.

Mereka berasal dari 12 etnis penutur bahasa di Aceh. 

Kecuali penutur bahasa Kluet belum ada penulis  yang terundang. 

Selain itu, Kota Sabang juga belum ada  penulis yang mewakili lomba.

Baca juga: Aceh Barat Bidik Adipura, Pemkab Gelar Bimtek Pengelolaan TPS-3R

Dalam kegiatan ini, setiap peserta mendapatkan reward Rp 5,5 juta per satu naskah beserta sertifikat penghargaan.

Balai Bahasa Provinsi Aceh berharap, kegiatan ini dapat memperkuat motivasi penulis dalam menghasilkan karya literasi anak yang berbahasa daerah sekaligus bahasa nasional.

Acara Bimtek dibuka oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Aceh, Drs Umar Solikhan, MHum, dengan menghadirkan sejumlah pemateri ahli, Dr Muhammad Iqbal, MHum. dan Syamsul Bahri, SAg, MA TESOL, yang menyampaikan materi Kebahasaan.

Selanjutnya, Beby Haryanti Dewi, SSi memberikan materi  Cerita Anak yang Hidup.

Kemudian, Firmansyah membawakan materi Ilustrasi Buku, serta Firman Parlindungan, MPd, PhD, dosen Universitas Teuku Umar (UTU), yang menutup kegiatan dengan materi Penerjemahan Cerita Anak.

Baca juga: BPBA Gelar Bimtek Penyusunan Indeks Kapasitas Daerah Tahun 2025

Syamsiah Ismail yang akrab disapa Oma Sam, pertama kali menjadi juara I Sayembara Menulis Bacaan Anak Balai Bahasa Aceh tahun 2019 dan kembali lolos pada 2023 dengan dua  karya dwibahasa pertama yang ditulisnya.

Ia mengaku, kegiatan tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya.

“Bimtek ini menambah wawasan dalam menggarap karya terjemahan dari bahasa daerah ke bahasa nasional,” ujarnya. 

“Terutama bagi penulis pemula, ini bekal luar biasa,” ungkap Syamsiah dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Selasa (7/10/2025).

Salah satu sesi yang paling berkesan baginya adalah saat peserta diminta menerjemahkan cerita yang sama ke dalam bahasa daerah Aceh masing-masing etnis.

Seperti penutur Bahasa Aceh, Tamiang, Gayo, Gayo Lues, Devayan, Sigulai, Singkil, dan Jamee. 

Sayangnya, penutur Bahasa Kluet masih belum ada perwakilan penulis.

Ketua Panitia, Murhaban, SAg menyampaikan, tujuan kegiatan ini adalah untuk melestarikan bahasa daerah yang kian terancam punah akibat menurunnya jumlah penutur.

“Kami ingin menghadirkan penulis bukan hanya secara kuantitas, tetapi juga berkualitas dalam menghasilkan bacaan anak sesuai bahasa ibu mereka,” ujarnya.

Baca juga: Sikapi Misi Bupati Pidie, Dispersip Gelar Bimtek Penulisan Konten Berbasis Budaya Lokal

Bagi Syamsiah, menulis adalah sarana melestarikan kenangan sekaligus lingkungan. Tahun ini, karyanya berjudul “Lon ngon Paya Sapi” (Aku dan Paya Sapi), kembali terpilih sebagai pemenang.

Buku tersebut mengangkat cerita hilangnya sebuah rawa di Gle Kuprai, Kecamatan Gandapura, Bireuen. 

Pada era 1970-an, Paya Sapi menjadi tempat Syamsiah dan  teman-teman sebayanya,  bermain dan menggembala. 

Namun, kini berubah akibat pembangunan pabrik kelapa sawit.

“Cerita ini lahir dari pengalaman masa kecil saya. Dari memetik buah teratai --(boh cirih)--di Paya Sapi, lalu saya jual untuk membeli majalah,” ungkap dia.

“Hingga sekarang melihat perubahan lingkungan yang berubah drastis. Semua itu saya tuangkan dalam bacaan anak dengan pendekatan dwibahasa; Aceh-Indonesia,” jelasnya.

Sejak tahun 2000, Syamsiah konsisten menulis dengan moto hidupnya: “Menulis Semudah Ngomong.” 

Baginya, ide menulis tidak selalu harus dicari ke tempat jauh, cukup digali dari pengalaman sehari-hari. 

Ia juga berpegang pada prinsip M–M = O, yang artinya “Menulis tanpa Membaca sama dengan Omong Kosong.”

“Menulis bukan hanya soal ikut lomba, tapi bagian dari cara kita berbagi pengalaman, menjaga bahasa, dan memberi bacaan bermanfaat bagi generasi muda,” pungkasnya.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved