Hari Santri 2025

Kisah Ahmad Thaifur, Santri Berprestasi Pilih Hidup tanpa Ponsel Pribadi

Di usianya yang telah menginjak 18 tahun, Thaifur ternyata belum memiliki handphone atau telepon selular (ponsel) pribadi.

|
Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
TERIMA PENGHARGAAN - Ahmad Thaifur menerima piagam penghargaan dari Bupati Bireuen, H Mukhlis, ST, Rabu (22/10/2025), yang diserahkan oleh Imum Syik Masjid Agung Sultan Jeumpa, Bireuen, Tgk Saifuddin Muhammad. 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yusmandin Idris | Bireuen

SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Dalam suasana khidmat peringatan Hari Santri Nasional  (HSN) ke-10 tahun 2025, di halaman Pendopo Bupati Bireuen, sebuah kisah inspiratif muncul dari sosok muda bernama Ahmad Thaifur, santri Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.

Di tengah sorotan prestasi, Thaifur menerima piagam penghargaan dari Bupati Bireuen, H Mukhlis, ST sebagai salah satu dari enam santri berprestasi yang mengharumkan nama daerah.

Ahmad Thaifur berhasil meraih juara tiga cabang Lomba Tauhid tingkat Ulya dalam ajang bergengsi Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) ke-VIII dan Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) ke-1 yang diselenggarakan di Sulawesi Selatan (Sulsel), beberapa waktu lalu.

Prestasi ini menjadi bukti nyata dedikasi dan ketekunan Thaifur dalam menekuni ilmu-ilmu keislaman klasik.

Namun di balik gemerlap penghargaan, tersimpan cerita sederhana yang menyentuh hati.

Di usianya yang telah menginjak 18 tahun, Thaifur ternyata belum memiliki handphone atau telepon selular (ponsel) pribadi.

Baca juga: Kapolres Nagan Apresiasi Santri dalam Menjaga  Harmoni Sosial dan Perkuat Karakter Generasi Muda

Untuk berkomunikasi, ia mengandalkan ponsel milik guru dayah atau meminjam dari teman-temannya.

“Kalau saat lomba di Sulawesi Selatan, saya pakai HP (handphone) teman-teman,” ujarnya polos saat ditemui usai menerima penghargaan.

Pilihan Hidup tanpa Ponsel

Keputusan Thaifur untuk tidak memiliki ponsel bukan karena keterbatasan, melainkan bentuk ketaatan terhadap nasihat sang ayah, Abi Syarwani.

Sang ayah berpesan bahwa sebelum menjadi guree (guru), seorang santri sebaiknya tidak memiliki ponsel agar lebih fokus dalam menuntut ilmu.

“Abi menyampaikan, sebelum menjadi guree (guru) jangan pegang HP dulu. Kalau sudah jadi guree, baru boleh punya HP,” ungkap Thaifur.

Ia pun menuruti pesan tersebut dengan penuh keikhlasan.

Baca juga: Farhan Serukan Transformasi Pesantren Demi Kebangkitan Kota Lhokseumawe

Jika ayahnya ingin menghubungi, ia akan menelepon ke dayah melalui ponsel guru.

Kagumi KH Hasyim Asy’ari

Dalam momentum Hari Santri, Thaifur menyampaikan rasa bangganya terhadap peringatan tersebut.

Ia menyebut, KH Hasyim Asy’ari--pendiri Nahdlatul Ulama--sebagai sosok ulama yang sangat ia kagumi.

Menurutnya, Hari Santri adalah simbol perjuangan dan semangat jihad intelektual yang diwariskan oleh para ulama.

“Saya dan para santri lainnya sangat senang dengan adanya peringatan Hari Santri,” tutur dia.

“Ini mengingatkan kami pada perjuangan ulama besar seperti KH Hasyim Asy’ari,” tuturnya.

Baca juga: 2 Utusan Dayah Sirajul Munir Al-Aziziyyah Raih Prestasi Ajang Hari Santri 2025 di Sabang

Riwayat Pendidikan dan Prestasi

Thaifur memulai pendidikan formalnya di MIN Idi Rayeuk.

Kemudian melanjutkan ke Darul Lughah Dakwah di Jawa Timur selama tiga tahun pada jenjang SMP.

Setelah itu, ia memilih untuk memperdalam ilmu agama di Dayah MUDI Samalanga, tempat ia telah menimba ilmu selama empat tahun terakhir.

Ia juga tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Islam Al-Aziziyah (UNISAI) Samalanga.

Selama di MUDI, Thaifur telah menorehkan berbagai prestasi:

Juara 1 cabang akhlak dalam MQK tingkat Provinsi Aceh tahun 2023

Juara 1 cabang mantiq tingkat Provinsi Aceh di MUDI Samalanga

Juara 1 Festival Muharram tingkat Provinsi Aceh di Dayah MUDI

Juara 3 cabang tauhid di MQKN dan MQKI tingkat nasional dan internasional

Ia mengaku bahwa semua pencapaian tersebut tidak lepas dari doa kedua orangtua, dukungan guru, dan semangat belajar yang tak pernah padam.

“Keberhasilan ini berkat doa ayah dan ibu, serta dukungan semua pihak,” ucap Thaifur dengan penuh rasa syukur.

Kisah Ahmad Thaifur bukan hanya tentang prestasi, tetapi juga tentang nilai-nilai kesederhanaan, ketaatan, dan semangat juang santri dalam menuntut ilmu.

Di tengah era digital, ia membuktikan bahwa kejayaan bisa diraih tanpa harus mengikuti arus, selama prinsip dan adab tetap dijunjung tinggi.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved