Berita Langsa

20 Tahun Sudah Wacana Aceh Bangun Pabrik Migor, KPU-EI Minta KADIN Aceh Jangan Hanya Jadi Penonton

"Kita punya sejarah sebagai bangsa pelaku, bukan penonton. Sudah saatnya Aceh kembali menjadi pusat produksi dan ekspor komoditas bernilai tambah,

Penulis: Zubir | Editor: Nurul Hayati
Serambinews.com/ HO
Nasruddin Abubakar, Ketua Komunitas Pelaku Usaha Ekspor Impor Aceh (KPU-EIA). 

"Kita punya sejarah sebagai bangsa pelaku, bukan penonton. Sudah saatnya Aceh kembali menjadi pusat produksi dan ekspor komoditas bernilai tambah, bukan hanya pengirim bahan mentah," paparnya.

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Zubir | Langsa

SERAMBINEWS.COM, KOTA LANGSA - Selama dua dekade terakhir, wacana pembangunan pabrik minyak goreng atau migor di Aceh terus bergulir tanpa realisasi yang nyata. 

Meski saat ini, Aceh memiliki 52 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang setiap harinya memproduksi Crude Palm Oil (CPO) dalam jumlah besar. 

"Namun seluruh hasil produksi itu masih dikirim ke luar daerah untuk diolah kembali," sebut Nasruddin, melalui siaran persnya dikirim ke Serambinews.com, Kamis (6/11/2025).

Nasruddin merupakan Ketua Komunitas Pelaku Usaha Ekspor Impor Aceh (KPU-EIA).

Akibat kondisi ini, jelas Nasruddin, Aceh kini tetap menjadi pemasok bahan mentah migor, bukan produsen bernilai tambah.

Ironisnya lagi, di tengah melimpahnya potensi sawit, Bank Aceh Syariah justru lebih banyak menempatkan dana masyarakat Aceh dalam bentuk obligasi senilai lebih dari Rp 7 triliun.

Padahal untuk membangun satu pabrik pengolahan minyak goreng dibutuhkan investasi sekitar Rp 200 - 300 miliar saja. 

Jika sebagian kecil dana itu dialihkan ke pembiayaan sektor riil, Aceh mampu membangun puluhan pabrik pengolahan minyak goreng, membuka ribuan lapangan kerja baru, dan memperkuat ketahanan pangan daerah.

Menurut Nasruddin, mantan Wabup Aceh Timur ini, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh tidak boleh hanya menjadi penonton dan pengulang wacana lama. 

Sudah saatnya KADIN tampil sebagai aktor utama dalam transformasi ekonomi Aceh. 

KADIN memiliki legitimasi, jejaring, dan akses yang kuat untuk mengonsolidasikan pengusaha, membangun kemitraan dengan Bank Aceh Syariah dan bank yang lain.

Serta mendorong pemerintah daerah menyiapkan kebijakan yang pro-industri.

"Selama 20 tahun kita hanya bicara pabrik minyak goreng tanpa langkah konkret," ucap Nasruddin. 

Baca juga: Gelontorkan Uang hingga Rp 500 Miliar, AKA Mulai Bangun Pabrik Minyak Goreng di Calang & Lhokseumawe

Padahal, tambah Nasruddin, Aceh punya semua bahan baku, lahan, dan sumber daya manusia, tapi sekarang yang kurang hanya kemauan dan koordinasi. 

KADIN harus berani memimpin gerakan investasi lokal, bukan sekadar menjadi komentator ekonomi.

Sambung Nasruddin, semangat Aceh harus dikembalikan ke masa keemasan abad ke-15 hingga ke-17, ketika Kesultanan Aceh Darussalam menjadi aktor utama perdagangan dunia Islam. 

"Kita punya sejarah sebagai bangsa pelaku, bukan penonton. Sudah saatnya Aceh kembali menjadi pusat produksi dan ekspor komoditas bernilai tambah, bukan hanya pengirim bahan mentah," paparnya.

Menyikapi fenomena itu, KPUEI – Aceh menyerukan agar, pertama, KADIN Aceh segera membentuk konsorsium investasi bersama pengusaha lokal untuk mendirikan pabrik minyak goreng curah dan kemasan di Aceh.

Kedua, Bank Aceh Syariah mengalokasikan sebagian dana obligasi untuk pembiayaan sektor industri pengolahan daerah.

Ketiga, Pemerintah Aceh memfasilitasi kawasan industri, infrastruktur, dan dukungan perizinan terpadu untuk industri minyak goreng.

Dikatakan Nasruddin, sudah waktunya Aceh keluar dari jebakan ekonomi bahan mentah. 

Aceh harus kembali menjadi aktor ekonomi yang berdiri di atas kaki sendiri.

"Sebagaimana para leluhur Aceh yang dulu memimpin perdagangan global Nusantara," pungkas Nasruddin. (*)
 

Baca juga: Bangun Pabrik Minyak Goreng di Aceh, Pemerintah Aceh dan Flora Agung Grup Teken MoU


 
 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved