Aceh Selatan

Diduga Lahan Masyarakat Masuk Dalam Peta IUP, IMPS Minta Pemerintah Evaluasi PT BSM di Samadua 

Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Samadua mendesak pemerintah Provinsi dan Aceh Selatan mengevaluasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi...

Penulis: Ilhami Syahputra | Editor: Eddy Fitriadi
Dok SERAMBINEWS.COM/HO
IMPS - Ketua IMPS, Fatan Sabiulhaq. Diduga Lahan Masyarakat Masuk Dalam Peta IUP, IMPS Minta Pemerintah Evaluasi PT BSM di Samadua.  

Ringkasan Berita:
  • IMPS menolak IUP Eksplorasi PT BSM di Samadua karena dinilai cacat prosedur dan berpotensi merampas tanah masyarakat tanpa sosialisasi serta persetujuan pemilik lahan.
  • Fatan Sabiulhaq menegaskan banyak aturan, mulai dari UU Minerba hingga Qanun Aceh, yang mengharuskan penghormatan hak rakyat dan memberi ruang pencabutan izin bila terjadi pelanggaran.
  • IMPS mendesak Pemkab dan Pemprov Aceh segera mengevaluasi dan mencabut izin PT BSM bila terbukti melanggar ketentuan hukum.

 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Ilhami Syahputra | Aceh Selatan 

SERAMBINEWS.COM,TAPAKTUAN – Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Samadua mendesak pemerintah Provinsi dan Aceh Selatan mengevaluasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT Bersama Sukses Mining (BSM) di Kecamatan Samadua

Ketua IMPS, Fatan Sabiulhaq menegaskan bahwa pihaknya menolak praktik perizinan yang dinilai cacat prosedur dan diduga berpotensi merampas tanah masyarakat.

Kasus PT BSM disebutnya sebagai contoh nyata bagaimana izin tambang dapat menimbulkan konflik sosial jika tidak dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Pemerintah daerah tidak boleh menutup mata terhadap keluhan masyarakat Samadua yang merasa lahannya dimasukkan ke dalam peta IUP Eksplorasi tanpa sosialisasi dan tanpa persetujuan sebagian besar pemilik lahan tersebut," ungkap Fatan, Jumat (21/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut bukan sekadar kesalahan administrasi, tetapi berpotensi melanggar aturan hukum yang tegas mengatur perlindungan hak atas tanah. 

“Dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, Pasal 22 serta Pasal 136 ayat (2) mewajibkan setiap kegiatan pertambangan untuk menghormati hak pemilik tanah, dan membuka ruang sanksi bagi perusahaan yang menimbulkan kerugian atau merampas hak masyarakat,” ujarnya.

Bahkan, kata Fatan, Pasal 185 dan Pasal 158 UU Minerba memberikan ancaman pidana bila kegiatan pertambangan dilakukan tanpa memenuhi ketentuan perizinan, lingkungan, atau menimbulkan kerusakan maupun kerugian bagi warga.

Ia juga menyoroti potensi pelanggaran Pasal 385 KUHP yang mengatur larangan mengklaim atau memasukkan tanah milik orang lain ke dalam penguasaan tanpa hak. 

Jika perusahaan memasukkan kebun rakyat ke dalam peta eksplorasi tanpa persetujuan, kata Fatan, hal tersebut telah mengarah pada perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.

Selain itu, PP 96 Tahun 2021 beserta turunanannya memberi kewenangan pemerintah mencabut IUP jika ditemukan pelanggaran, konflik sosial, ketidakpatuhan administrasi, atau ketidaksesuaian antara peta izin dengan kondisi faktual di lapangan. 

PP yang sama mewajibkan perusahaan memiliki bukti persetujuan pemilik tanah sebelum memulai kegiatan eksplorasi. 

"Untuk di Aceh kita punya Qanun Aceh Nomor 15 tahun 2017 junto Qanun Nomor 15 tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam qanun tersebut mengatur bahwa perizinan tambang wajib mempertimbangkan perlindungan hak masyarakat, serta pemerintah wajib melakukan pengawasan dan evaluasi izin yang menimbulkan konflik," jelasnya.

Dalam pernyataannya, Fatan menegaskan bahwa lahan yang telah dikuasai dan dikelola turun-temurun tetap memiliki perlindungan hukum meskipun belum bersertifikat, sebagaimana diakui dalam prinsip-prinsip hukum agraria dan putusan-putusan Mahkamah Agung. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved