Berita Nasional

Demo Besar Landa Jakarta, Ribuan Warga Aceh Tetap Hadiri Resepsi Pernikahan Naufal - Shahnaz

ribuan warga Aceh tetap memadati Ballroom Grha Pertamina, Gambir, Minggu (31/8/2025) malam untuk menghadiri resepsi pernikahan

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HO
PAKAIAN KHAS ACEH - Mempelai pria, Muhammad Naufal, tamatan New Zealand University dan kini bekerja sebagai Senior Renewable Energy Consultant di perusahaan Belanda. Mempelai wanita, Shahnaz Bakri, lulusan SMA 3 Jakarta, Universitas Indonesia, dan University of Queensland, berkarier sebagai Executive Digital Marketing di perusahaan Jerman. Keduanya mengenakan pakaian khas Aceh saat peresmian pernikahan, 31 Agustus 2025 

Laporan Fikar w. Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Demontrasi besar-besaran melanda ibukota Jakarta belakangan ini.

Bahkan aksi demontrasi juga menjalar ke berbagai kota di Indonesia.

Aksi demontrasi juga diwarnai dengan penjarahan rumah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Kekerasan yang terjadi dalam demontrasi juga tak terelakkan.

Bahkan ada yang menjurus pembakaran fasilitas publik hingga gedung milik pemerintah.

Baca juga: Kapolda Metro Jaya: 1.240 Orang Perusuh di Jakarta Ditangkap, Mayoritas Warga Luar

Di tengah ketegangan akibat demonstrasi besar di Jakarta, ribuan warga Aceh tetap memadati Ballroom Grha Pertamina, Gambir, Minggu (31/8/2025) malam untuk menghadiri resepsi pernikahan pasangan Muhammad Naufal Asyam Shidqi dan Shahnaz Bakri.

Mempelai pria, Muhammad Naufal, tamatan New Zealand University dan kini bekerja sebagai Senior Renewable Energy Consultant di perusahaan Belanda, adalah putra Surya Darma, tokoh Aceh asal Bireuen yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Geothermal Energi. 

Mempelai wanita, Shahnaz Bakri, lulusan SMA 3 Jakarta, Universitas Indonesia, dan University of Queensland, berkarier sebagai Executive Digital Marketing di perusahaan Jerman.

Ia merupakan cucu dari almarhum Gubernur Aceh, Syamsuddin Mahmud sekaligus putri dari Iskandarsyah Bakri, mantan senior staff World Bank US asal Aceh Besar.

Meski sejumlah tamu penting membatalkan kehadiran karena alasan keamanan, arus undangan dari kalangan warga Aceh tetap mengalir. 

Baca juga: Halte, Gerbang Tol hingga Stasiun MRT Dibakar Saat Demo, Pemprov DKI Rugi hingga Rp 51 Miliar

Ballroom penuh sesak, mengubah malam mencekam menjadi pesta hangat penuh tawa dan doa.

Sejumlah tokoh Aceh nasional tetap hadir, di antaranya Abdul Latief, Reza Patria, Azwar Abubakar, Muslim Armas, Joefly Bahroeny, Tgk Ismuhadi, serta figur-figur Aceh seperti Illiza, Afdhal, Suraiya IT, Tgk Jamaica, hingga Bang Jack Libya. 

Solidaritas dan persaudaraan Aceh

Kehadiran mereka menegaskan kuatnya solidaritas dan persaudaraan Aceh.

Baca juga: Polda Aceh Gelar Patroli Skala Besar, Ratusan Personel Sisir Pusat Kota dan Lokasi Keramaian

Ketika ditanya alasan tetap hadir meski situasi Jakarta tegang, beberapa tamu hanya tersenyum.

 Jawaban mereka singkat namun penuh makna: “Kita Aceh, Takut Apa…”. 

Kalimat itu menjadi simbol kebersamaan malam tersebut.

Lebih dari sebuah pesta pernikahan, perayaan ini menjadi bukti bahwa di tengah gejolak, masyarakat Aceh tetap berdiri tegak, menjunjung adat, doa, dan kebersamaan.(*) 

Baca juga: Salsa Erwina Beberkan 17+8 Tuntutan Rakyat: Ada Deadline 5 September hingga 31 Agustus 2026

Tiga Syarat Darurat Militer 

Isu penerapan kebijakan Darurat Militer tengah ramai diperbincangkan di tengah meluasnya aksi demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.

Kekhawatiran ini muncul seiring dengan lonjakan unjuk rasa yang memprotes kebijakan pemerintah.

Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah dapat mengambil langkah ekstrem dengan memberlakukan Darurat Militer untuk meredam gejolak sosial, yang jika diterapkan akan membatasi kebebasan sipil dan mengalihkan kekuasaan kepada militer.

Darurat militer merupakan opsi terakhir yang bisa ditempuh negara ketika situasi dianggap mengancam keutuhan bangsa, di mana pemerintah sipil tidak mampu lagi menjalankan fungsi keamanan.

Namun penerapan darurat militer akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat.

Sejumlah kebebasan sipil dapat dibatasi, mulai dari hak berkumpul, kebebasan berpendapat, hingga pergerakan masyarakat di ruang publik.

Pasalnya, TNI akan mengambil alih sebagian fungsi keamanan yang biasanya dijalankan oleh kepolisian.

Lantas, apakah benar jika aksi demo yang berkelanjutan dan meluas bisa memberlakukan kebijakan darurat militer?

Pemberlakukan Darurat Militer akibat aksi demo 

Penerapan darurat militer biasanya dilakukan saat terjadi kondisi-kondisi luar biasa yang tidak bisa diatasi dengan mekanisme hukum atau aparat sipil biasa.

Walaupun aksi demo yang meluas dan berpotensi memicu kerusuhan besar bisa menjadi salah satu pemicu, namun hal tersebut tidak serta merta menjadi satu-satunya alasan utama.

Darurat militer adalah langkah ekstrem yang hanya diambil ketika negara berada di bawah ancaman serius, seperti misalnya:

Pemberontakan bersenjata atau gerakan separatis yang mengancam keutuhan negara.

Invasi atau ancaman serangan dari negara lain.

Kerusuhan sosial yang meluas dan tidak terkendali.

Gangguan keamanan besar sehingga aparat kepolisian atau sipil tidak mampu menanganinya.

Secara historis, Darurat Militer di Indonesia pernah diterapkan dalam situasi yang jauh lebih genting daripada sekadar unjuk rasa.

Menurut sejarah Indonesia pernah memberlakukan Darurat Militer sebanyak dua kali.

Yaitu pada 1957 saat kondisi politik tidak stabil akibat ancaman pemberontakan daerah (PRRI/Permesta).

Pemberlakukan Darurat Militer itu dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Lalu pada 2003, pemerintah Indonesia memberlakukan darurat militer, tepatnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Pemberlakuan kebijakan ini menyusul meningkatnya konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Baca juga: Trio DPR Diteriaki Pendemo! Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Dikepung Amarah Rakyat, Kini Kabur?

Keputusan ini dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2003 yang ditandatangani oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri.

Adapun upaya tersebut diambil sebagai upaya untuk menstabilkan situasi keamanan di wilayah yang sejak lama dilanda ketegangan politik dan sosial.

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penerapan darurat militer bersifat sementara dan bertujuan untuk menciptakan kondisi aman, sehingga dialog politik dan proses damai dapat dijalankan di masa mendatang.

Meskipun darurat militer efektif menekan aksi-aksi kekerasan di beberapa wilayah, langkah ini juga menimbulkan kontroversi terkait hak-hak sipil dan keamanan warga.

Syarat Darurat Militer bisa diberlakukan di Indonesia

Pemberlakuan darurat militer biasanya diputuskan oleh kepala negara atau pemerintah dengan pertimbangan keamanan nasional. 

Tujuannya adalah menjaga stabilitas, mempertahankan kedaulatan, serta mengendalikan situasi yang tidak bisa ditangani oleh mekanisme hukum atau aparat sipil biasa.

Dasar pemikiran diberlakukannya darurat militer biasanya untuk menjaga keamanan, mempertahankan keutuhan negara, serta melindungi masyarakat dari ancaman yang dianggap tidak bisa diatasi dengan mekanisme hukum dan pemerintahan biasa. 

Negara-negara di dunia memiliki aturan berbeda tentang penerapan darurat militer, tetapi prinsipnya tetap sama, yakni memberi kewenangan lebih besar kepada militer dalam mengendalikan situasi.

Dilansir dari Kompas.com, Senin (1/9/2025), di Indonesia, dasar hukum pemberlakuan Darurat Militer diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU No. 74 Tahun 1957. 

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 dari peraturan tersebut, ada tiga syarat utama yang dapat menyebabkan diberlakukannya Darurat Militer di Indonesia, yaitu:

Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.

Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Baca juga: Eko Patrio Bikin Geger, Zulhas Terbitkan Maklumat: Larang Anggota DPR PAN Arogan dan Pamer Kekayaan

Di Indonesia, yang berhak menyatakan Darurat Militer di seluruh atau sebagian wilayah Indonesia adalah Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:

Menteri Pertama

Menteri Keamanan/Pertahanan

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah

Menteri Luar Negeri

Kepala Staf Angkatan Darat

Kepala Staf Angkatan Laut

Kepala Staf Angkatan Udara

Kepala Kepolisian Negara. 

Presiden juga dapat mengangkat Menteri/Pejabat lain selain yang tersebut di atas apabila ia memandang perlu.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved