Berita Luar Negeri
Kisah Pasien Diejek Dokter Saat Tak Sadar, Akhirnya Menang Gugatan Rp6,7 M, Rekaman Suara Jadi Bukti
Sebelum dibius, ia menaruh ponsel di kantong celananya dengan tujuan untuk merekam instruksi dokter agar tidak ada informasi yang terlewat
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Sebuah rekaman suara tak terduga mengungkap praktik tercela di ruang operasi.
Seorang pria asal Virginia, Amerika Serikat, berhasil memenangkan gugatan sebesar Rp6,7 miliar setelah membuktikan dirinya diejek dan dihina oleh tim medis saat berada di bawah pengaruh bius total.
Bukti rekaman yang tak sengaja ia buat, kini menjadi saksi bisu atas perlakuan tidak profesional yang memicu putusan hukum bersejarah.
Kronologi kejadian di ruang operasi
The Independent, Sabtu (25/6/2025) yang dilansir dari Kompas.com, Kamis (24/9/2025) melaporkan, peristiwa ini bermula pada tahun 2013, saat pria yang hanya diidentifikasi dengan inisial DB, datang ke klinik milik gastroentolog Dr. Soloman Shah untuk menjalani prosedur kolonoskopi.
Sebelum dibius, ia menaruh ponsel di kantong celananya dengan tujuan untuk merekam instruksi dokter agar tidak ada informasi yang terlewat setelah ia dibus total.
Namun, tanpa disangka, ponsel itu merekam seluruh percakapan selama operasi berlangsung.
Begitu DB tertidur, suara dokter anestesi, Tiffany M. Ingham, dan tim medis lainnya mulai terdengar.
Mereka melontarkan ejekan dan hinaan, bahkan merendahkan pasien.
“Setelah lima menit berbicara dengan Anda di pra-operasi, saya ingin meninju wajah Anda dan membuat Anda sedikit lebih jantan," kata Ingham, dari suara yang terdengar di rekaman.
Sikap tidak profesional ini terus berlanjut.
Baca juga: Viral Kisah Anak 6 Tahun Kemasukan Kelereng ke Vagina, Dokter Ungkap Harus Operasi Hymenoplasty
Saat asisten medis melihat ruam pada tubuh pasien, Ingham dengan sinis menyebutnya sebagai "sifilis".
Ia memperingatkan secara bercanda agar ruam itu jangan disentuh, karena bisa menular ke lengan si asisten.
Setelah itu, ia kembali menambahkan komentar yang lebih kasar, yakni menyebut kemungkinan itu “tuberkulosis di penis”.
Ucapan tersebut bukan merupakan diagnosis medis, melainkan komentar yang menstigma pasien seolah-olah menderita penyakit serius, padahal sebenarnya tidak.
Tim dokter berencana bohongi pasien
Tak berhenti di situ, tim dokter bahkan berencana menipu pasien setelah ia sadar dari bius.
Mereka membicarakan strategi agar tidak perlu berhadapan langsung dengan pasien setelah operasi.
Salah satunya, mereka menyuruh asisten medis untuk berbohong, yaitu berpura-pura mengatakan bahwa pasien sudah sempat berbicara dengan dokter.
Selain itu, mereka juga memalsukan catatan medis dengan menuliskan diagnosis wasir, meskipun pasien sebenarnya tidak menderita penyakit tersebut.
Sebelumnya, pasien mengaku merasa mual saat melihat jarum.
Saat asisten dokter melaporkan hal tersebut ketika operasi, Ingham juga mengejeknya.
“Kalau begitu kenapa kamu melihat, dasar bodoh?” kata Ingham.
Baca juga: Wanita Lulusan SMA Ngaku Dokter, Tipu Pasien hingga Rp 538 Juta, Begini Modus Pelaku
Rekaman suara menjadi kunci bukti
Saat perjalanan pulang, DB mendengarkan rekaman dan terkejut mendengar semua hinaan tersebut.
Ia pun mengajukan gugatan pada tahun 2015 atas pencemaran nama baik, pemalsuan rekam medis, dan malapraktik.
Kasus tersebut kemudian berlanjut ke pengadilan, dan rekaman suara tersebut menjadi bukti kunci.
Pada sidang di Pengadilan Fairfax County, DB menuntut dua dokter dan praktik medis mereka.
Ingham (42) menjadi tergugat utama pada kasus tersebut.
Ia sebelumnya bekerja di praktik anestesi Aisthesis, Bethesda, Maryland.
Namun, menurut karyawan setempat, ia sudah tidak bekerja di sana dan diketahui pindah ke Florida.
Sementara Dr. Soloman Shah, pemilik klinik tersebut sempat menjadi tergugat, namun kemudian dikeluarkan dari perkara.
Meski demikian, ia juga terekam melontarkan komentar merendahkan pasien, seperti "Selama bukan Ebola, kamu baik-baik saja".
Pihak dokter sempat berargumen bahwa rekaman yang diserahkan DB ilegal, namun berhasil dibantah oleh pengacara DB.
Mereka menjelaskan bahwa hukum di Virginia menganut aturan "one-party consent", yang berarti hanya dibutuhkan persetujuan satu pihak dalam percakapan untuk merekamnya secara sah.
Baca juga: Fachrul, Calon Dokter Berpulang Sebelum Wisuda, Tangis sang Kakak Pecah Saat Wakili Wisuda
Dalam persidangan, salah satu juri, Farid Khairzada, menyatakan bahwa pihak dokter tidak memiliki banyak pembelaan karena semua perbuatan mereka sudah terekam.
Juri tampaknya merasa sangat tersinggung dengan perilaku tidak profesional ini.
Meskipun DB tidak menderita cedera fisik, ia mengaku mengalami kecemasan, rasa malu, dan insomnia selama berbulan-bulan akibat perlakuan tersebut.
Putusan pengadilan yang menggemparkan
Setelah sidang selama tiga hari, dewan juri memutuskan untuk memenangkan gugatan DB.
Dewan juri di Fairfax County memutuskan memberikan ganti rugi sebesar 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,7 miliar (kurs tahun 2015).
Denda tersebut mencakup ganti rugi dengan rincian:
- 100.000 dollar AS sebagai ganti rugi untuk pencemaran nama baik, dengan 50.000 dollar AS untuk komentar sifilis dan 50.000 dollar AS untuk komentar tuberkulosis.
- 200.000 dollar AS untuk malapraktik medis.
- 200.000 dollar AS sebagai ganti rugi punitif.
Seorang pengacara di Reston, Lee Berlik mengaku belum pernah mendengar kasus seperti itu sebelumnya.
Berlik menjelaskan, jika salah satu dokter mengatakan kepada orang lain di ruangan itu bahwa orang ini menderita sifilis dan tuberkulosis dan orang itu mempercayainya, itu bisa menjadi klaim.
"Kemudian juri yang memutuskan apakah pernyataan tersebut merupakan pernyataan fakta yang sebenarnya. Juri tampaknya sangat tersinggung dengan perilaku tidak profesional ini sehingga mereka akan memberikan kemenangan kepada penggugat," kata Berlik.
Baca juga: 2 Anak Mantan Menteri Lulus Dokter Spesialis UI, Sri Mulyani dan Retno Marsudi Bagikan Kabar Bahagia
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi dunia medis tentang etika dan profesionalisme.
Ahli anestesi senior, Kathryn E. McGoldrick, menegaskan bahwa percakapan yang merendahkan seperti ini tidak hanya menyinggung, tetapi juga berisiko.
"kita tidak pernah bisa yakin pasien sudah tertidur dan tidak akan mengingatnya." kata Kathryn.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI
Demo Landa Filipina, Presiden Marcos Bakal Diselidiki Terkait Laporan Pendanaan dari Kontraktor |
![]() |
---|
Parlemen Timor Leste Didemo Gen Z, Polisi Tembak Gas Air Mata Bubarkan Massa, Ini Persoalannya |
![]() |
---|
Presiden dan PM Nepal Mundur di Tengah Demonstrasi, Apa Dampaknya? |
![]() |
---|
3 Hal Menarik dari Parade Militer China, Tiga Sekawan Berkumpul di Lapangan Tiananmen |
![]() |
---|
Kondisi ‘Putri Tidur’ Thailand Setelah Hampir 3 Tahun Koma, Berawal dari Jantung Kini Alami Sepsis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.