Berita Nasional
Ribuan Siswa Keracunan MBG, Mendagri Minta Pemda ‘Pasang Badan’ Hadapi Insiden
Tito meminta Pemda memperkuat koordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) MBG di daerah agar penanganan berjalan cepat dan tepat.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Nurul Hayati
Dengan begitu, pengawasan bisa dilakukan berlapis, yakni standar nasional oleh BGN (menu dan gizi), pengawasan dapur dan produksi, serta monitoring konsumsi dan risiko keracunan oleh Pemda.
Pengalaman saat Covid-19 membuktikan, keterlibatan penuh Pemda membuat kebijakan lebih berhasil.
Prinsip yang sama perlu diterapkan dalam program MBG agar tidak sekadar soal distribusi makanan, tapi juga menyangkut keselamatan dan kesehatan publik.
8.549 Dapur MBG Belum Punya Sertifikat Higiene
Sebanyak 8.549 dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tercatat belum memiliki sertifikat laik higiene dan sanitasi (SLHS).
Kondisi ini memicu kekhawatiran, terlebih sejak program diluncurkan, sudah ada 4.711 siswa yang mengalami keracunan makanan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari yang menyoroti soal banyaknya dapur MBG atau SPPG yang belum tersertifikasi SLHS.
Menurutnya, SLHS ini dinilai penting sebagai bukti pemenuhan standar mutu serta persyaratan keamanan pangan.
Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur makan bergizi gratis (MBG), hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025), dilansir dari Kompas.com.
Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.
Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) keamanan pangan.
Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
“Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.
Qodari pun menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.
Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebetulnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Namun, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi tantangan terbesarnya.
“Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.
(Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca dan Ikuti Berita Serambinews.com di GOOGLE NEWS
Bergabunglah Bersama Kami di Saluran WhatsApp SERAMBINEWS.COM
Modus Pembobol Rekening Dormant Bank BUMN, Pindahkan Dana Rp 204 Miliar hingga Ancam Keluarga |
![]() |
---|
Korupsi Kuota Haji Rugikan Negara hingga Rp 1 Triliun, KPK Periksa Mantan Bendahara Amphuri |
![]() |
---|
Pidatonya Gebrak Meja di Sidang PBB Dipuji Donald Trump, Prabowo: Beliau kan Humoris |
![]() |
---|
Ternyata 8.549 Dapur MBG Belum Punya Sertifikat Higiene, Total 4.711 Siswa Keracunan, Ini Sebarannya |
![]() |
---|
Trump Puji Prabowo di PBB: Pidato Hebat, "You Did a Great Job” |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.